Monday, 28 February 2011

Rumah Tanpa Jendela: Tentang Impian Bersahaja dan Ketulusan Persahabatan


Pesan moral yang disajikan jauh dari kesan menggurui dan ditampilkan secara menawan dari adegan ke adegan dalam durasi 105 menit.”

Undangan dari Mata Sinema (www.matasinema.org)--sebuah komunitas yang menggalang para pemerhati film Indonesia--untuk Nobar (Nonton Bareng) gratis film "Rumah Tanpa Jendela" hari Minggu (27/2) bertempat di Studio 1 Jaringan Blok M Square 21 merupakan sebuah anugerah yang sungguh sangat saya syukuri.

Saya mewakili komunitas Blogger Bekasi bersama rekan-rekan dari komunitas Mata Sinema, adik-adik Asuh PAYISC Al-Azhar, Sanggar Ananda, berkesempatan menonton beserta para insan penting yang berada dibalik penggarapan film ini antara lain Aditya Gumay (sutradara dan penulis skenario), Aty Kanser (artis film, pemeran tokoh nenek) dan Asma Nadia (penulis produktif dan juga penulis novel "Rumah Tanpa Jendela").

Seperti halnya film "Emak Ingin Naik Haji" yang telah berhasil mendapatkan berbagai prestasi membanggakan pada sejumlah acara penghargaan sinema nasional, film inipun diangkat dari sebuah cerpen karya Asma Nadia berjudul "Jendela Rara". Tema bahasan yang digarap sebenarnya relatif sederhana, yakni tentang impian, persahabatan, cinta dan keinginan mewujudkan harapan.

Saya sangat mengapresiasi hadirnya film ini sebagai tontonan alternatif terutama buat anak-anak Indonesia, disela-sela maraknya film-film bertema horor, kekerasan dan seks saat ini serta semakin "keringnya" film-film anak-anak yang sarat dengan kisah yang membangun karakter dan pribadi positif. Pesan moral yang disajikan jauh dari kesan menggurui dan ditampilkan secara menawan dari adegan ke adegan dalam durasi 105 menit.


Walau Raffi Ahmad terkesan terlalu muda dan rapi untuk jadi ayah Rara, ia tetap secara profesional dan konsisten memberikan parade akting yang menawan sepanjang film ini.



Film ini menceritakan sosok Rara (Dwi Tasya), seorang anak keluarga miskin yang tinggal bersama sang nenek yang kerap dipanggil Mbok (Inggrid Widjanarko) dan sang ayah (Raffi Ahmad) di sebuah perkampungan pemulung miskin yang kumuh. Rara memiliki impian bersahaja yang kerap ditertawakan oleh kawan-kawan sekolahnya : Jendela untuk rumah. Diatas bukunya yang lusuh ia menulis: "Namaku Rara, aku tinggal di Jakarta, dirumah yang sempit di kampung pemulung yang sumpek dengan rumah-rumah tanpa jendela. Apa artinya sebuah jendela, jika kami bisa kehilangan rumah kapan saja, karena digusur. Sebenarnya aku pengen tahu pendapat ibu , Tapi ibu sudah meninggal karena sakit sebelum aku sempat bertanya". Prolog film ini sungguh meninggalkan kesan mendalam dan menghentak. Tentang kemiskinan dan ironi realitas kehidupan di ibukota.

Kita kemudian diperkenalkan pada sosok Aldo (Emir Mahira),seorang bocah laki-laki dari keluarga kaya raya yang memiliki keterbelakangan mental. Rara dan Aldo dipertemukan secara tak sengaja ketika gadis kecil itu yang menjadi "ojek payung" menawarkan jasanya kepada Aldo yang tengah kehujanan di sekolah. Ketulusan persahabatan yang dibangun tanpa prasangka tersebut berlangsung spontan dan erat dengan mengabaikan perbedaan strata sosial yang hadir diantara mereka. Rentetan peristiwa kemudian terjadi mewarnai interaksi kedua sosok ini, baik antara Aldo bersama kedua kakaknya yang diperankan oleh Maudy Ayunda dan Ouzan Ruz atau hasrat Rara yang terus mendesak sang ayah membuatkan jendela buat rumah mereka yang sempit.

Di bawah arahan tangan dingin sutradara muda handal Aditya Gumay, film yang 100% hasil penjualan tiketnya disumbangkan bagi kaum dhuafa khususnya untuk membantu anak jalanan mendapatkan hak dan fasilitas pendidikan, pembangunan sekolah, rumah singgah, biaya sekolah bagi anak tidak mampu serta membuat perpustakaan keliling dan pengembangan melalui yayasan yang menangani anak jalanan ini tampil memikat dan menyentuh hati.

Dua artis muda yang menjadi lakon utama, Dwi Tasya dan Emir Mahira tampil prima dan sangat natural. Saya salut melihat akting Emir yang tampil mempesona memerankan sosok Aldo yang rapuh, sensitif namun memiliki sikap setia kawan yang tinggi. Dengan gestur tubuh dan dialog yang kerap terpatah-patah, Emir secara gemilang memberi kekuatan pada "roh" Aldo yang diperankannya. Dilain pihak akting Dwi Tasya pun terlihat memukau. Kemampuannya menyajikan kesedihan, kegembiraan, putus asa. dan optimisme sangat ekspresif. Ia pun dapat membangun "Chemistry" konstruktif bersama lawan mainnya, baik pada Emir maupun kepada pemain lain.

Walau Raffi Ahmad terkesan "masih terlalu muda" (juga "terlalu rapi") untuk jadi ayah Rara, ia tetap secara profesional dan konsisten memberikan parade akting yang menawan sepanjang film ini. Bagian yang paling saya suka adalah ketika Raffi menceritakan dongeng pengantar tidur kepada putri tercintanya juga tatkala ia bersikap sinis dan tajam kepada Tante Rara yang diperankan oleh Yuni Shara yang bersikeras untuk menemui ibu mereka sesaat sebelum ia berangkat ke Batam.

Sementara itu, kehadiran bintang-bintang lawas yang ikut meramaikan film ini juga tak kalah memikat. Keberadaan Alicia Johar sebagai ibu Aldo dan Aty Kanser sebagai nenek Aldo serta Inggrid Widjanarko yang berperan sebagai nenek Rara dengan pengalaman akting mumpuni yang dimiliki bertahun-tahun memberikan “nilai lebih” pada film ini.

Lagu-lagu yang ditampilkan dalam film ini (sebagian besar diciptakan oleh Aditya Gumay) juga lumayan bagus, tidak hanya dari segi aransemennya juga pada narasi liriknya yang inspiratif. Anak saya yang ikut menonton juga dengan mudah bisa mengikuti bait demi bait lagu-lagunya. Dari segi sinematografis film ini berhasil menyajikan gambar-gambar indah melalui sudut pandang "tidak biasa" tapi "luar biasa". Meski terdapat beberapa adegan yang terkesan klise dan sedikit kehilangan greget mulai dari paruh kedua akibat bertambahnya intensitas plot dan konflik, alur film ini berlangsung lancar dan sempat membuat saya dibekap keharuan mendalam.

Saya menyatakan salut atas peluncuran film yang sarat dengan nasehat moral sederhana ini. Film yang bercerita tentang upaya meraih impian, menjalin persahabatan yang tulus, semangat yang tak pupus dan senantiasa bersyukur atas segala karunia Allah SWT merupakan angin segar ditengah-tengah kerinduan kita pada hadirnya film anak-anak berkualitas.

"Rumah Tanpa Jendela" menjadi jawaban atas segala kegelisahan itu.

Maju terus perfilman Indonesia!
Klik Duit Untuk Anda

Domain free Anda

Wednesday, 23 February 2011

Makam Gus Dur Ambles


VIVAnews - Makam mantan Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid atau Gus Dur di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, ambles. Beredar kabar, kain kafannya masih terlihat bersih.

"Tadi pagi dikabarkan ambles. Tapi sekarang sudah diperbaiki lagi," kata salah satu keponakan Gus Dur, Firry Wahid dalam perbincangan dengan VIVAnews.com, Jumat 18 Februari 2011.

Menurut putra Umar Wahid ini, informasi yang diterima keluarga, penyebab utama amblesnya makam Gus Dur itu akumulasi dari kondisi tanah pemakaman. "Saat pemakaman, tanahnya tidak dipadatkan," kata Firry. Saat ini, kata Firry, putri pertama Gus Dur, Alisa Wahid sudah berada di pemakaman.

Saat ini beredar kabar, saat makam itu ambles, kain kafan yang membalut jasad Gus Dur masih terlihat sangat bersih seperti baru. Dalam kondisi normal, kain kafan yang turut dikubur lebih dari setahun seharusnya tergerus hingga rusak di dalam tanah.

Tetapi sumber VIVAnews.com membenarkan berita itu. "Kain kafannya memang masih bersih," ujar sumber yang menolak disebut namanya.

Gus Dur wafat pada Rabu 30 Desember 2009 sekitar pukul 18.40 WIB. Kondisi kesehatan Gus Dur menurun sejak menjalani operasi gigi Senin 28 Desember 2009 lalu. (umi)
Klik Duit Untuk Anda

Domain free Anda

Friday, 18 February 2011

Irwandi Kembali Calonkan Diri


Banda Aceh ( Berita ) – Irwandi Yusuf mengatakan akan kembali mencalonkan diri sebagai calon Gubernur Aceh periode 2012-2017 pada Pemilihan kepala daerah (Pilkada) akhir 2011.
“Saya akan maju lagi sebagai calon gubernur pada pilkada mendatang,” kata Irwandi yusuf saat menemui ribuan pendukungnya di taman Ratu Safiatuddin, Banda Aceh, Selasa [15/02] .
Sejak Minggu (13/2) ribuan warga dari Kabupaten Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Kota Subulussalam dan Kabupaten Aceh Singkil, menggelar doa bersama untuk Irwandi Yusuf di Masjid Raya Banda Aceh.
Masyarakat yang tergabung dalam Barisan Muda Barat Selatan (Barsel) dan Gerakan Tangisan Rakyat (Getar) Nagan Raya itu juga mengharapkan Irwandi Yusuf bersedia maju kembali pada Pilkada mendatang.
“Saya menyampaikan terima kasih atas dukungan yang diberikan masyarakat pada hari ini, semoga Aceh menjadi lebih baik dimasa yang akan datang,” katanya.
Irwandi juga minta massa yang masih terkonsentrasi di taman Ratu Safiatuddin agar kembali daerahnya.
Pasangan Irwandi Yusuf dan Muhammad Nazar terpilih sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh setelah memenangkan Pilkada 2007 dengan meraih 38,20 persen suara.
Irwandi yang dikenal sebagai salah seorang tokoh Gerakan Aceh Merdeka (GAM) itu maju sebagai calon gubernur melalui jalur non partai (independen) pada Pilkada sebelumnya.
Pada Pilkada gubernur periode 2012-2017, Partai Aceh secara resmi telah menetapkan DR Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf sebagai calon gubernur (cagub) dan calon wakil gubernur (cawagub).
Penentuan cagub dan cawagub Aceh dari partai yang didominasi mantan kombatan GAM itu berdasarkan keputusan rapat yang dihadiri ketua dan sekretaris pimpinan Partai Aceh dari 23 kabupaten/kota.
“Keputusan ini sudah final, kami mengajak seluruh masyarakat Aceh untuk bersama Partai Aceh bersatu mewujudkan MoU Helsinki dan membangun daerah dengan adil, demokratis serta bermartabat,” kata Ketua umum DPA Partai Aceh Muzakir Manaf. (ant )
Klik Duit Untuk Anda

Domain free Anda

Thursday, 17 February 2011

Lagi, 129 Manusia Perahu Terdampar di Aceh

Banda Aceh | Harian Aceh – Sebanyak 129 warga Myanmar terdampar Aceh, Rabu (16/2) dini hari, setelah mesin perahu mereka mengalami kerusakan. Para manusia perahu yang seluruhnya laki-laki itu kini ditampung sementara di gedung milik PT Pelindo di Pelabuhan Malahayati, Krueng Raya, Aceh Besar.

Saat ditemukan nelayan Aceh, kondisi kesehatan mereka memprihatinkan karena kekurangan makanan dan minuman. “Kondisi kesehatannya sangat memprihatinkan. Namun, setelah mendapat bantuan medis dari Puskesmas Krueng Raya, kondisi mereka mulai membaik. Hanya tiga orang yang sampai saat ini masih diinfus karena kekurangan cairan,” kata Camat Masjid Raya Yulizar.

Yulizar menjelaskan, para manusia perahu asal Myanmar atau Burma yang seluruhnya beragama Islam itu, pertama sekali ditemukan para nelayan asal Peudada Kabupaten Bireuen yang sedang melaut. “Mereka ditemukan sekira pukul 03.00 WIB, dan tiba di Pelabuhan Malahayati Krueng Raya sekira pukul 07.30 WIB,” katanya.

Selain mendapat bantuan medis, kata dia, mereka juga diberikan bantuan makanan dan keperluan lainnya dari warga yang berdomisili sekitar pelabuhan.

Direktur Polisi Air Polda Aceh Kombes Zaini mengatakan pihaknya bersama imigrasi dan kantor karantina beserta instansi terkait lainnya masih mengidentifikasi warga negara asing tersebut. “Belum diketahui tujuan warga negara Myanmar tersebut. Mereka sedang diidentifikasi. Saat ini mereka masih berada dalam pengawasan di Pelabuhan Krueng Raya,” kata Kombes Zaini.

Sementara itu, Nur Alam, pengungsi asal Myanmar itu mengatakan dia dan teman-temannya terombang-ambing di laut selama 25 hari setelah meninggalkan negaranya. “Tujuan kami ke Australia mencari perlindungan. Namun, dalam perjalanan, perahu yang kami tumpangi mengalami kerusakan mesin,” kata Nur Alam dengan bahasa Indonesia terpatah-patah.

Dia mengatakan mereka meninggalkan negaranya karena mengalami penyiksaan. Namun, ia tidak mau menyebutkan siapa yang menyiksa mereka dan asal daerah mereka di Myanmar.

Lapor ke Menteri

Wakil Gubernur Aceh Muhammad Nazar menyatakan pihaknya telah melaporkan ke Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) dan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) menyangkut adanya 129 manusia perahu asal Burma yang terdampar di perairan Aceh. “Soal pengungsi itu merupakan kewenangan pusat, pihak pusat akan turun langsung ke lapangan untuk menanganinya,” kata Wagub saat dihubungi Harian Aceh, Rabu (16/2).

Pihak Kemenlu mengatakan akan segera mengirim tim. “Insya Allah kami dari Kemlu akan kirim tim untuk bantu penyelesaian di lapangan,” kata Dirjen IDP Kemlu, Andri Hadi, merespon laporan Wagub.

Tanggapan senada juga datang dari pihak Menkopolhukam. “Staf saya sudah saya minta ikut urus segera (soal pengungsi Rohingya),” kata Menkopolhukam Joko Suyanto.(bay/ant)

Klik Duit Untuk Anda

Domain free Anda

Demo Desak Pengesahan Qanun Pilkada Ricuh

Banda Aceh | Harian Aceh – Unjuk rasa puluhan mahasiswa mendesak pengesahan Qanun Pilkada di gedung DPRA, Rabu (16/2), berakhir ricuh. Sejumlah supir anggota dewan menyerang para demonstran secara membabi-buta.

Aksi mahasiswa gabungan Forum Mahasiswa Pantai Barat-Selatan (FPMP-BAS) dan Forum Bersama Mahasiswa Poros (FBMP) Lauser itu digelar di koridor penghubung gedung utama dan gedung komisi DPRA, sekitar pukul 11:30 WIB. Mahasiswa menuntut bertemu Ketua DPRA Hasbi Abdullah guna menyampaikan aspirasi mereka terkait berlarut-larutnya pengesahan Qanun Pemilukada 2011, yang menurut mereka terkesan disengaja.

Pantauan Harian Aceh, setelah setengah jam berorasi, anggota DPRA Abdullah Saleh datang menemui mahasiswa. Tapi dia hanya ingin berkomunikasi dalam bahasa Aceh. Mahasiswa yang sebagian di antaranya tak begitu lancar berbahasa Aceh karena berasal dari suku Gayo dan Alas, meminta politisi Partai Aceh itu menggunakan bahasa Indonesia.

Tak ada kesepakatan bahasa yang digunakan, cekcok pun tak terhindarkan. “Kalian ini demonstran tak jelas, kalian bukan orang Aceh,” kata Abdullah Saleh sambil meninggalkan pengunjuk rasa, tapi tetap memantau dari kejauhan.

Mahasiswa melanjutkan orasinya. Berselang beberapa saat, Abdullah Saleh kembali menghampiri dan masuk ke kerumunan mahasiswa. Politisi yang menyeberang dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ke Partai Aceh pada Pemilu Legislatif 2009 lalu, itu mendesak mahasiswa membubarkan aksinya. “Jangan berunjukrasa di sini. Ini kawasan dewan bekerja, kalian mengganggu dewan bekerja,” kata Abdullah Saleh sambil menarik-narik spanduk yang diusung mahasiswa.

Demonstran menolak dan memilih bertahan sehingga terjadi saling dorong. Tiba-tiba muncul seorang berpakaian preman, belakangan diketahui bernama Adi yang juga supir Abddulah Saleh, melepaskan pukulan ke arah mahasiswa. Pukulan pertama mendarat telak di bagian belakang seorang demonstran bernama Ade Irawan. Adi terlihat berulang kali menyerang mahasiswa secara membabi buta.

Suasana semakin ricuh setelah beberapa pria lain yang juga berpakaian preman, ikut tersulut emosinya. Begitu juga Abddullah Saleh. Dia tampak emosi dan terus mendesak demonstran hingga keluar dari halaman gedung DPRA. Aparat pengamanan gedung DPRA tak dapat berbuat banyak. Sekitar pukul 13.30 WIB, demonstran terpaksa meninggalkan gedung DPRA.

Pengekangan Demokrasi

Koordinator lapangan aksi mahasiswa, Waladan Yoga menyesalkan tindakan sejumlah supir anggota dewan yang menyerang mahasiswa. “Kami ingin menyampaikan aspirasi pada DPRA. Sementara mereka (pria yang melakukan pemukulan) tak memiliki kapasitas apa-apa di DPRA. Kami pertanyakan itu, karena masyarakat tak nyaman bila kantor wakil rakyat dihuni orang-orang seperti itu,” kata Yoga. Selain itu, kata Yoga, pemukulan ini bukti nyata bahwa demokrasi di Aceh masih dikekang dengan cara-cara kekerasan oleh oknum-oknum tertentu yang merasa memiliki Aceh.

Dia juga menyayangkan Abdullah Saleh yang tak ingin berkomunikasi dengan bahasa Indonesia, padahal itu adalah bahasa resmi Ibu Pertiwi. Menurut Yoga, kejadian ini juga dapat disimpulkan bahwa memang ada upaya dari salah satu fraksi di DPRA yang sengaja ingin memperlambat proses pengesahan Raqan Pemilukada untuk target tertentu.

Kecuali itu, mahasiswa sudah melaporkan kasus tersebut ke Polresta Banda Aceh. “Kami melapor ke polisi dengan nomor surat pengaduan LPB/11/II/2011/SPK dan kami juga akan melaporkannya ke Komnas HAM,” kata Yoga.(dad)

Klik Duit Untuk Anda

Domain free Anda

Friday, 28 January 2011

Survei Calon Gubernur Aceh Elektabilitas Muhammad Nazar Paling Tinggi

Banda Aceh | Harian Aceh – Muhammad Nazar mulai disebut-sebut sebagai calon kuat Gubernur Aceh periode 2011-2016. Tingkat keterpilihan Nazar dari Aceh-2 menjadi Aceh-1 sangat tinggi.
Berdasarkan hasil survei Lembaga Peneliti Nusantara (LPN) tentang prilaku pemilih menjelang Pemilukada 2011, nama Wakil Gubernur Aceh Muhammad Nazar memperoleh persentase tertinggi. Hasil tersebut dibeberkan LPM dalam jumpa pers di Hotel Hermes Palace, Kamis (27/1).

Penasehat LPN Donni Edwin didampingi Koordinator LPM Dedi Nur menyebutkan, dari hasil survei yang dilakukan sejak November hingga Desember 2010 lalu itu, Muhammad Nazar memperoleh 38,84 persen dari total 345 pemberi informasi/responden.

Selain Nazar, ada 10 nama lainnya yang disurvei. Masing-masing, Irwandi Yusuf memperoleh 12,48 persen, Sulaiman Abda (7,25 persen), M Nasir Djamil (7,25 persen), Malek Mahmud 6,96 persen, Darni Daud (5,51 persen), Ahmad Humam Hamid (4,35 persen), Mawardy Nurdin (3,77 persen), Aminullah Usman (2,61 persen), Zaini Abdullah (2,32 persen), dan Farid Wajidi (2,03 persen).

Selanjutnya ada empat nama yang dimunculkan responden. Mereka adalah Tarmizi Karim (0,58 persen), Gazali Abbas (0,58 persen), Muzakkir Manaf (0,29 persen), dan Surya Paloh (0,29 persen). “Dah juga yang tidak memilih 4,93 persen. “Nama yang didominasi LPN hanya 11, sematara empat nama terakhir dimunculkan sendiri oleh informan,” kata Donni Edwin.

Menurut Donni, hasil survei itu terpaksa dimunculkan dan diumumkan ke publik. Sesuai dengan pengakuan tokoh-tokoh masyarakat yang disurvei, sebut Donni, kultur pemilu di Aceh dan para pemilih pada 2011 akan berbeda dari Pemilu legislatif lalu. “Pemilu 2011 akan berlangsung lebih rasional dan demokratis dibandingkan pemilu legislatif 2009 lalu. Bisa saja masyarakat akan melawan intimidasi dalam Pemilukada 2011 karena tidak mau melihat demokrasi di Aceh hilang kualitas dan memperlambat pembangunan karena ketidakmampuan para pemimpin yang salah pilih,” sebutnya.

Selama ini, jelasnya, masyarakat merasakan sosok yang dipilih pada Pilkada 2006 dan pemilu legislatif ternyata tidak mampu sama sekali ketika memimpin.

Dari hasil survei yang dilakukan pihaknya, terlihat bahwa masyarakat tidak lagi melihat kandidat atas nama partai, institusi dan kendaraan politik, melainkan lebih melihat syarat-syarat lain dari kepemimpinan terutama kemampuan, komunikasi politik, pemberani, amanah, penerobos, pelobi, agama/akhlak dan berpengalaman.

Sementara Dedi Nur menjelakan, survei tersebut dilakukan di 23 kabupaten/kota di Aceh dengan memilih 6 kategori tokoh dalam masyarakat yang diwawancara, yakni ulama, tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh pemerintahan, serta tokoh pemuda dan mahasiswa. “Sebanyak 15 informan untuk setiap kabupaten/kota yang masing-masing diajukan 10 pertanyaan,” katanya.

Dedi Nur mengatakan survei itu tidak sepenuhnya mewakili seluruh masyarakat. “LPM melakukan survei hanya untuk mengakomodir sejumlah calon yang mulai hangat dibicarakan masyarakat,” katanya.

Dedi menjelaskan, Muhammad Nazar banyak mendapat dukungan di tujuh daerah, yaitu Pidie, Pidie Jaya, Bireuen, Bener Meriah, Aceh Timur, Langsa, dan Aceh Selatan.

Para responden juga ditanyai pandangan mereka terhadap pemberdayaan ekonomi Aceh, termasuk juga kritikan terhadap pemerintah. “Untuk tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintahan saat ini, ada sekitar 54,49 persen masyarakat memberi penilaian tidak puas, 39,13 persen puas, dan 6,38 persen tidak tahu,” katanya.

Terkait ketidakpuasan itu, jelas dia, banyak informan mengatakan pemberdayaan ekonomi tidak langsung tersentuh masyarakat lapisan bawah yang berada di desa-desa.(dad/bay)
Klik Duit Untuk Anda

Domain free Anda

MK Kabulkan Permohonan Independen Pemilukada Aceh


JAKARTA,"Alhamdulillah, akhirnya demokrasi dimenangkan Mahkamah Konstitusi di Aceh," ujar Fadjroel Rachman, Ketua Umum Gerakan Nasional Calon Independen (GNCI), didampingi Saut Sinaga, Sekretaris Jenderal GNCI dan Victor Tandiyasa, Ketua Departemen Hukum dan Advokasi GNCI, setelah Mahkamah Konstitusi yang dipimpin Ketua MK Prof.Mahfud MD dan didampingi 8 hakim MK lainnya mengabulkan sepenuhnya uji materi pemohon dan pihak terkait di ruang sidang MK hari Kamis (30/12/2010).

Gerakan Nasional Calon Independen (GNCI) adalah pihak terkait dalam permohonan pengujian norma hukum Pasal 256 Undang-Undang No.11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh, Terhadap Undang-Undang Dasar 1945 khususnya Pasal 18 Ayat (4), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28 D ayat (1) dan (3), Pasal 28 I ayat (2). Adapun pemohon untuk uji materi UU Pemerintahan Aceh adalah: Tami Anshar Mohd Nur (Calon Bupati/Wakil Bupati Kabupaten Pidie), Faurizal (Calon Bupati/ Wakil Bupati Kabupaten Bireun), Zainuddin Salam (Calon Bupati/Wakil Bupati Kabupaten Aceh Timur), dan Hasbi Baday (Calon Bupati/ Wakil Bupati Kabupaten Simeulue). Kuasa hukum pemohon maupun pihak terkait adalah : Mukhlis, SH, Safaruddin, SH, Marzuki, SH dari Kantor Advokat MUKHLIS, SAFAR & PARTNERS yang berkedudukan di Jl. Panglima Nyak Makam No 96 Banda Aceh.



Adapun pasal yang diuji materi kepada adalah pasal 256 UU NO 11 TAHUN 2006 yang berbunyi:"Ketentuan yang mengatur calon perseorangan dalam pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, atau Walikota/Wakil Walikota sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 67 ayat (1) huruf d, berlaku dan hanya dilaksanakan untuk pemilihan pertama kali sejak Undang-Undang ini diundangkan."

Salah satu alasan dikabulkannya uji materi oleh MK agar Independen Aceh bisa berlaga dalam Pemilukada Aceh yang direncanakan pada Oktober 2011 adalah, "Bahwa MK tidak menafikan adanya otonomi khusus di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, namun calon perseorangan dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah tidak termasuk dalam keistimewaan Pemerintahan Aceh menurut Pasal 3 UU No.44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh (Lembaran Negara RI Tahun 1999 No.172, Tambahan Lembaran Negara RI No.3893) yang menyatakan; Pasal 3 ayat (1) Keistimewaan merupakan pengakuan bangsa Indonesia yang diberikan kepada daerah karena perjuangan dan nilai-nilai hakiki masyarakat tetap dipelihara secara turun temurun sebagai landasan spiritual, moral, dan kemanusiaan; Pasal 3 ayat (2) Penyelenggaraan Keistimewaan meliputi: a. Penyelenggara kehidupan beragama; b.penyelenggaraan kehidupan adat; c. Penyelenggaraan pendidikan; dan d. Peran ulama dalam penetapan kebijakan daerah." Apalagi antara UU 32/2004 dengan UU 11/2006 tidak dapat diposisikan dalam hubungan hukum yang bersifat umum dan khusus (vide putusan MK No.5/PUU-V/2007 bertanggal 23 Juli 2007). Fakta hukum lainnya, Provinsi Papua yang merupakan daerah otonomi khusus, juga memberlakukan calon perseorangan dalam Pemilukada.

Karena itulah 9 (sembilan) hakim MK secara mutlak, tanpa dissenting opinion, membuat amar putusan dan menyatakan: 1. Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya; 2. Pasal 256 UU No.11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara RI Tahun 2006 No.62. Tambahan Lembaran Negara RI No.4633) BERTENTANGAN dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 3. Pasal 256 UU No.11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara RI Tahun 2006 No.62. Tambahan Lembaran Negara RI No.4633) TIDAK MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM MENGIKAT; 4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara RI.
Klik Duit Untuk Anda

Domain free Anda

MK Izinkan Calon Independen Ikut Pilkada Aceh



Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan gugatan calon independen dalam Pemilukada di Aceh. Mahkamah memutuskan bahwa calon independen kini dapat mengikuti proses Pemilukada di Provinsi Naggroe Aceh Darussalam (NAD).

"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis Konstitusi, Mahfud MD, saat membacakan putusan di Mahkamah Konstitusi, Kamis 30 Desember 2010.

Permohonan ini diajukan oleh Tami Anshar Mohd Nur, Faurizal, Zainuddin Salam, dan Hasbi Baday. Mereka adalah wiraswasta yang berkeinginan untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah di Provinsi NAD.

Tami akan mencalonkan diri sebagai calon Bupati/Wakil Bupati Kabupaten Pidie, Faurizal sebagai calon Bupati/Wakil Bupati Kabupaten Bireun, Zainuddin sebagai calon Bupati/Wakil Bupati Kabupaten Aceh Timur, dan Hasbi sebagai calon Bupati/Wakil Bupati Simeulue.

Mereka meminta Pasal 256 UU Pemerintahan Aceh bertentangan dengan UUD 1945, khususnya Pasal Pasal 18 ayat (4), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3), dan Pasal 28I ayat (2).
Adapun bunyi Pasal 256 UU Pemerintahan Aceh tersebut adalah "Ketentuan yang mengatur calon perseorangan dalam pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, atau Walikota/Wakil Walikota sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 67 ayat (1) huruf d, berlaku dan hanya dilaksanakan untuk pemilihan pertama kali sejak Undang-Undang ini diundangkan".

Dalam pertimbangannya, Majelis Konstitusi menilai, berdasarkan ketentuan Pasal 67 ayat (1) huruf d UU Pemerintahan Aceh, membuka kesempatan bagi calon perseorangan untuk ikut dalam pemilukada.

Namun, aturan tersebut dibatasi dalam ketentuan Pasal 256 UU Pemerintahan Aceh yang "ketentuan yang mengatur calon perseorangan dalam pemilihan gubernur/Wakil gubernur, bupati/wakil bupati, atau walikota/wakil walikota sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 67 ayat (1) huruf d, berlaku dan hanya dilaksanakan untuk pemilihan pertama kali sejak Undang-Undang a quo diundangkan".

Menurut mahkamah, bahwa tidak memberikan kesempatan kepada calon perseorangan dalam Pemilukada bertentangan dengan UUD 1945. Hal ini juga sesuai dengan putusan Mahkamah Nomor 5/PUU-V/2007, bertanggal 23 Juli 2007, yang mengakui dan memperbolehkan calon perseorangan.

"Mahkamah memberi pertimbangan bahwa Pasal 256 UU Pemerintahan Aceh dapat menimbulkan terlanggarnya hak warga negara yang bertempat tinggal di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang justru dijamin oleh UUD 1945," jelas mahkamah.

Hal tersebut juga diperkuat adanya aturan yang memperbolehkan calon perseorangan dalam UU Pemerintahan Daerah. "Dengan demikian, calon perseorangan dalam Pemilukada secara hukum berlaku di seluruh wilayah Republik Indonesia," jelas mahkamah.

Berdasarkan pertimbangan itu, menurut Mahkamah, calon perseorangan dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah tidak boleh dibatasi pemberlakuannya. Karena jika hal demikian diberlakukan maka akan mengakibatkan perlakuan yang tidak adil dan ketidaksamaan kedudukan di muka hukum dan pemerintahan antara warga negara Indonesia yang bertempat tinggal di Provinsi Aceh dan yang bertempat tinggal di wilayah Indonesia lainnya.

"Warga negara indonesia yang bertempat tinggal di Provinsi Aceh akan menikmati hak yang lebih sedikit karena tidak dapat mencalonkan diri sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah secara perseorangan yang berarti tidak terdapat perlakuan yang sama di depan hukum dan pemerintahan sebagaimana dijamin oleh UUD 1945," papar Mahkamah. (umi)
• VIVAnews
Klik Duit Untuk Anda

Domain free Anda