LANGKAH, rezeki, pertemuan, dan maut, adalah Kuasa Allah yang senantiasa menjadi misteri dalam kehidupan manusia. Karena itu, ikhtiar (usaha) yang dilakukan harus senantiasa disertai doa dan pengharapan kepada Yang Kuasa. Hal ini pulalah yang diyakini oleh Aiyub Bukhari, sebagai kunci sukses yang mengantarkan dirinya, dari pedagang sayuran dan kelontong menuju gedung parlemen Kota Banda Aceh.
Nama lengkapnya Aiyub Bukhari SPd. Namun, warga Lampriek, terutama kaum ibu, lebih familiar menyapanya Bang Aiyub. Pekerjaannya sebagai pedagang sayuran dan kelontong di Toko Ayub, Jalan Cumi-cumi Nomor 1, Bandar Baru, Kuta Alam, Banda Aceh, inilah yang membuat pria kelahiran Teupin Raya, Pidie, 28 Desember 1968, cukup dikenal oleh warga Lampriek.
Berawal pada tahun 2003, Aiyub resmi terjun ke dunia politik dengan bergabung ke Partai Demokrat (PD). Namun, karena lebih banyak tak aktif dalam kepengurusan, satu tahun kemudian (2004), dia pun mencoba peruntungan ke Partai Persatuan Daerah (PPD). Di “partai payung” ini, Aiyub mencoba untuk serius sehingga masuk sebagai caleg untuk DPRK Banda Aceh. Tapi langkahnya menuju gedung dewan terganjal lantaran tidak cukup suara. Aiyub pun kembali ke profesinya sebagai penjual sayuran dan kelontong.
Namun, kegagalan itu tidak serta merta membuat Aiyub down. Falsafah “kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda” pun coba dibenamkan dalam benaknya. Pengalamannya dalam Pemilu 2004, dijadikan sebagai bahan untuk merakit kembali mesin politik yang lebih matang, sambil tetap berjualan sayur. Dari toko berukuran 10x10 meter inilah, Aiyub mulai membangun jaringan dengan para langganannya.
Hingga suatu hari pada tahun 2007, Aiyub kembali bergabung dengan Partai Demokrat. Prinsip “kita harus berubah” diusung Bang Aiyub untuk merintis jalan politik sambil berjualan sayuran dan kelontong. “Saya menganggap kekalahan itu menjadi pengalaman pertama dan mulai menyadari bagaimana mencari dukungan masyarakat untuk mencapai kemenangan,” ungkapnya kepada Serambi, di tempat usahanya menjual sayuran dan kelontong, Selasa (5/5), beberapa hari setelah ia dipastikan terpilih sebagai salah satu calon anggota DPRK Banda Aceh.
Bergabung kembali
Akhirnya, suami Siti Mahsuri SE dan ayah dari M Adri Fadillah dan Nuri Salsabilla Putri ini, resmi kembali di dunia politik dengan bergabung bersama PD. Saat itu, alumnus SD Teupin Raya, Pidie ini, mendengar kalau PD sudah terpilih pengurus baru. Kebetulan Ketua DPC PD Kuta Alam, Yudi Kurnia SE adalah kenalannya. Maka Bang Aiyub bergegas menjumpai Yudi di kantornya dan menyatakan keinginannya untuk bergabung dengan PD.
Yudi Kurnia pun memberikan kesempatan kepada Bang Aiyub untuk bergabung dalam PD. Melihat ketekunannya menghadiri berbagai rapat yang digelar PD, alumnus SMP Darussa’dah Teupin Raya ini, dipercaya untuk memangku jabatan Wakil Sekretaris DPC PD Kuta Alam, Banda Aceh. Dengan memangku jabatan ini, Bang Aiyub makin giat bekerja untuk kepentingan partai sambil membangun jaringan di tempat usahanya menjual sayuran dan kelontong.
Bermodal jaringan yang sudah dirintisnya dan bergabung kembali dengan PD yang makin populer dengan sosok SBY. Bang Aiyub kembali bertarung untuk melangkah ke DPRK dengan menempati urutan keempat dari tujuh caleg PD di DP 2 Kuta Alam. Meski menganut sistem nomor, tak membuat Bang Aiyub patah semangat mencalonkan diri menjadi anggota dewan untuk kedua kalinya.
Begitu resmi menjadi caleg nomor urut empat di DP 2. Strategi pertama yang dilakukan Bang Aiyub adalah mencari informasi jumlah pemilih di DP 2 Kuta Alam dan berapa kursi yang diperebutkan. Setelah mengetahui jumlah pemilih terdaftar 27.000, di DP 2 Kuta Alam dan memperebutkan tujuh kursi. Maka alumni SMA Lueng Putu, Pidie ini, mulai berasumsi berapa jumlah suara yang harus diperoleh untuk satu kursi.
Bang Aiyub pun rajin mendatangi rumah-rumah langganannya saat musim kampanye tiba. Pria yang ramah senyum ini kembali mengharapkan dukungan untuk kesuksesannya. Cara ini, sebutnya, demi menghormati masyarakat. “Kalau saya menyuruh orang lain mendatangi setiap rumah, itu sama saja tidak menghormati pemilih dan orang-orang juga enggan memilih. Maka saya datang langsung untuk menghargai pemilih,” ujarnya.
Saat spanduk dan balihonya tampil dengan SBY, maka banyak orang mengetahuinya bila dirinya maju sebagai caleg. Bahkan nama Bang Aiyub yang sering dipanggil saat berbelanja berubah menjadi Pak Caleg. Panggilan itu dianggapnya sebagai bukti kalau dirinya sudah diketahui sebagai caleg. “Saya tetap tersenyum saat ada yang panggil Pak Caleg,” ujarnya.
Menang di TPS Gubernur
Dalam Pemilu 9 April lalu, Bang Aiyub memperoleh 676 suara dari 3.153 suara yang mencontreng tujuh caleg dan lambang PD. Bahkan yang lebih mencengangkan justru terjadi di TPS 3. Di TPS tempat Gubernur Aceh Irwandi Yusuf dan keluarganya mencontreng saat pemilihan, justru Bang Aiyub memperoleh suara mayoritas. Jumlah dukungan untuk alumni D3 FKIP Unsyiah ini mencapai 65 suara dan Yudi Kurnia 10 suara.
Untuk Dapil II yang memperebutkan tujuh kursi DPRK Banda Aceh. Masing-masing diraih Aiyub Bukhari dan Yudi Kurnia (Demokrat), T Tarmizi dan Ir M Nasir Arfan (PA), M Nasir (PPP), Sabri (Golkar), dan Subhan S.Ag (PKS). “Alhamdullah saya terpilih sebagai anggota Dewan pada Pemilu kali ini,” ujar Bang Aiyub.
Saat disinggung motivasinya untuk menjadi anggota Dewan Kota. Bang Aiyub mengatakan, hidup ini akan lebih sempurna bila dirinya bisa membantu dan bermanfaat bagi masyarakat. Selama ini, sebutnya, masyarakat mengeluhkan kesulitan untuk bertemu dengan wakilnya yang sudah dipilih setiap pemilu. “Saya ingin mengubah semua itu. Kita yang harus sering turun dan menggali aspirasi langsung dari masyarakat,” ujarnya.
Bang Aiyub pun berterus terang ketika ditanya tentang biaya yang dikeluarkannya untuk kampanye, yakni mencapai Rp 70 juta. Biaya sebanyak itu diperuntukkan untuk beli baju, baliho, stiker, kartu nama, transpotasi, konsumsi, dan komunikasi (pulsa HP). “Uang itu hasil tabungan saya selama ini,” ujarnya.
Meski namanya tercatat sebagai anggota DPRK periode 2009-2014 dari Partai Demokrat, Bang Aiyub tetap menjalani profesinya sebagai penjual sayuran dan kelontong. “Setiap pagi saya berbelanja sayuran di Lambaro dan sorenya berbelanja kelontong,” ujar alumni S1 Abulyatama, Banda Aceh.
Tidak seperti kacang yang lupa kulitnya, Bang Aiyub tetap menyapa pembeli layaknya penjual sayuran. Gaya berpakaiannya juga tidak menampakkan bahwa ia adalah caleg terpilih yang juga pemilik toko dengan tiga pegawai. Senyuman menjadi ciri khas Bang Aiyub saat menyapa pembeli.(muhammad hadi)
Akses m.serambinews.com dimana saja melalui browser ponsel Anda.
Klik Duit Untuk Anda
Domain free Anda