Banda Aceh | Harian Aceh – Muhammad Nazar mulai disebut-sebut sebagai calon kuat Gubernur Aceh periode 2011-2016. Tingkat keterpilihan Nazar dari Aceh-2 menjadi Aceh-1 sangat tinggi.
Berdasarkan hasil survei Lembaga Peneliti Nusantara (LPN) tentang prilaku pemilih menjelang Pemilukada 2011, nama Wakil Gubernur Aceh Muhammad Nazar memperoleh persentase tertinggi. Hasil tersebut dibeberkan LPM dalam jumpa pers di Hotel Hermes Palace, Kamis (27/1).
Penasehat LPN Donni Edwin didampingi Koordinator LPM Dedi Nur menyebutkan, dari hasil survei yang dilakukan sejak November hingga Desember 2010 lalu itu, Muhammad Nazar memperoleh 38,84 persen dari total 345 pemberi informasi/responden.
Selain Nazar, ada 10 nama lainnya yang disurvei. Masing-masing, Irwandi Yusuf memperoleh 12,48 persen, Sulaiman Abda (7,25 persen), M Nasir Djamil (7,25 persen), Malek Mahmud 6,96 persen, Darni Daud (5,51 persen), Ahmad Humam Hamid (4,35 persen), Mawardy Nurdin (3,77 persen), Aminullah Usman (2,61 persen), Zaini Abdullah (2,32 persen), dan Farid Wajidi (2,03 persen).
Selanjutnya ada empat nama yang dimunculkan responden. Mereka adalah Tarmizi Karim (0,58 persen), Gazali Abbas (0,58 persen), Muzakkir Manaf (0,29 persen), dan Surya Paloh (0,29 persen). “Dah juga yang tidak memilih 4,93 persen. “Nama yang didominasi LPN hanya 11, sematara empat nama terakhir dimunculkan sendiri oleh informan,” kata Donni Edwin.
Menurut Donni, hasil survei itu terpaksa dimunculkan dan diumumkan ke publik. Sesuai dengan pengakuan tokoh-tokoh masyarakat yang disurvei, sebut Donni, kultur pemilu di Aceh dan para pemilih pada 2011 akan berbeda dari Pemilu legislatif lalu. “Pemilu 2011 akan berlangsung lebih rasional dan demokratis dibandingkan pemilu legislatif 2009 lalu. Bisa saja masyarakat akan melawan intimidasi dalam Pemilukada 2011 karena tidak mau melihat demokrasi di Aceh hilang kualitas dan memperlambat pembangunan karena ketidakmampuan para pemimpin yang salah pilih,” sebutnya.
Selama ini, jelasnya, masyarakat merasakan sosok yang dipilih pada Pilkada 2006 dan pemilu legislatif ternyata tidak mampu sama sekali ketika memimpin.
Dari hasil survei yang dilakukan pihaknya, terlihat bahwa masyarakat tidak lagi melihat kandidat atas nama partai, institusi dan kendaraan politik, melainkan lebih melihat syarat-syarat lain dari kepemimpinan terutama kemampuan, komunikasi politik, pemberani, amanah, penerobos, pelobi, agama/akhlak dan berpengalaman.
Sementara Dedi Nur menjelakan, survei tersebut dilakukan di 23 kabupaten/kota di Aceh dengan memilih 6 kategori tokoh dalam masyarakat yang diwawancara, yakni ulama, tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh pemerintahan, serta tokoh pemuda dan mahasiswa. “Sebanyak 15 informan untuk setiap kabupaten/kota yang masing-masing diajukan 10 pertanyaan,” katanya.
Dedi Nur mengatakan survei itu tidak sepenuhnya mewakili seluruh masyarakat. “LPM melakukan survei hanya untuk mengakomodir sejumlah calon yang mulai hangat dibicarakan masyarakat,” katanya.
Dedi menjelaskan, Muhammad Nazar banyak mendapat dukungan di tujuh daerah, yaitu Pidie, Pidie Jaya, Bireuen, Bener Meriah, Aceh Timur, Langsa, dan Aceh Selatan.
Para responden juga ditanyai pandangan mereka terhadap pemberdayaan ekonomi Aceh, termasuk juga kritikan terhadap pemerintah. “Untuk tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintahan saat ini, ada sekitar 54,49 persen masyarakat memberi penilaian tidak puas, 39,13 persen puas, dan 6,38 persen tidak tahu,” katanya.
Terkait ketidakpuasan itu, jelas dia, banyak informan mengatakan pemberdayaan ekonomi tidak langsung tersentuh masyarakat lapisan bawah yang berada di desa-desa.(dad/bay)
Klik Duit Untuk Anda
Friday, 28 January 2011
MK Kabulkan Permohonan Independen Pemilukada Aceh
JAKARTA,"Alhamdulillah, akhirnya demokrasi dimenangkan Mahkamah Konstitusi di Aceh," ujar Fadjroel Rachman, Ketua Umum Gerakan Nasional Calon Independen (GNCI), didampingi Saut Sinaga, Sekretaris Jenderal GNCI dan Victor Tandiyasa, Ketua Departemen Hukum dan Advokasi GNCI, setelah Mahkamah Konstitusi yang dipimpin Ketua MK Prof.Mahfud MD dan didampingi 8 hakim MK lainnya mengabulkan sepenuhnya uji materi pemohon dan pihak terkait di ruang sidang MK hari Kamis (30/12/2010).
Gerakan Nasional Calon Independen (GNCI) adalah pihak terkait dalam permohonan pengujian norma hukum Pasal 256 Undang-Undang No.11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh, Terhadap Undang-Undang Dasar 1945 khususnya Pasal 18 Ayat (4), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28 D ayat (1) dan (3), Pasal 28 I ayat (2). Adapun pemohon untuk uji materi UU Pemerintahan Aceh adalah: Tami Anshar Mohd Nur (Calon Bupati/Wakil Bupati Kabupaten Pidie), Faurizal (Calon Bupati/ Wakil Bupati Kabupaten Bireun), Zainuddin Salam (Calon Bupati/Wakil Bupati Kabupaten Aceh Timur), dan Hasbi Baday (Calon Bupati/ Wakil Bupati Kabupaten Simeulue). Kuasa hukum pemohon maupun pihak terkait adalah : Mukhlis, SH, Safaruddin, SH, Marzuki, SH dari Kantor Advokat MUKHLIS, SAFAR & PARTNERS yang berkedudukan di Jl. Panglima Nyak Makam No 96 Banda Aceh.
Adapun pasal yang diuji materi kepada adalah pasal 256 UU NO 11 TAHUN 2006 yang berbunyi:"Ketentuan yang mengatur calon perseorangan dalam pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, atau Walikota/Wakil Walikota sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 67 ayat (1) huruf d, berlaku dan hanya dilaksanakan untuk pemilihan pertama kali sejak Undang-Undang ini diundangkan."
Salah satu alasan dikabulkannya uji materi oleh MK agar Independen Aceh bisa berlaga dalam Pemilukada Aceh yang direncanakan pada Oktober 2011 adalah, "Bahwa MK tidak menafikan adanya otonomi khusus di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, namun calon perseorangan dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah tidak termasuk dalam keistimewaan Pemerintahan Aceh menurut Pasal 3 UU No.44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh (Lembaran Negara RI Tahun 1999 No.172, Tambahan Lembaran Negara RI No.3893) yang menyatakan; Pasal 3 ayat (1) Keistimewaan merupakan pengakuan bangsa Indonesia yang diberikan kepada daerah karena perjuangan dan nilai-nilai hakiki masyarakat tetap dipelihara secara turun temurun sebagai landasan spiritual, moral, dan kemanusiaan; Pasal 3 ayat (2) Penyelenggaraan Keistimewaan meliputi: a. Penyelenggara kehidupan beragama; b.penyelenggaraan kehidupan adat; c. Penyelenggaraan pendidikan; dan d. Peran ulama dalam penetapan kebijakan daerah." Apalagi antara UU 32/2004 dengan UU 11/2006 tidak dapat diposisikan dalam hubungan hukum yang bersifat umum dan khusus (vide putusan MK No.5/PUU-V/2007 bertanggal 23 Juli 2007). Fakta hukum lainnya, Provinsi Papua yang merupakan daerah otonomi khusus, juga memberlakukan calon perseorangan dalam Pemilukada.
Karena itulah 9 (sembilan) hakim MK secara mutlak, tanpa dissenting opinion, membuat amar putusan dan menyatakan: 1. Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya; 2. Pasal 256 UU No.11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara RI Tahun 2006 No.62. Tambahan Lembaran Negara RI No.4633) BERTENTANGAN dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 3. Pasal 256 UU No.11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara RI Tahun 2006 No.62. Tambahan Lembaran Negara RI No.4633) TIDAK MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM MENGIKAT; 4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara RI.
Klik Duit Untuk Anda
Labels:
politik
MK Izinkan Calon Independen Ikut Pilkada Aceh
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan gugatan calon independen dalam Pemilukada di Aceh. Mahkamah memutuskan bahwa calon independen kini dapat mengikuti proses Pemilukada di Provinsi Naggroe Aceh Darussalam (NAD).
"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis Konstitusi, Mahfud MD, saat membacakan putusan di Mahkamah Konstitusi, Kamis 30 Desember 2010.
Permohonan ini diajukan oleh Tami Anshar Mohd Nur, Faurizal, Zainuddin Salam, dan Hasbi Baday. Mereka adalah wiraswasta yang berkeinginan untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah di Provinsi NAD.
Tami akan mencalonkan diri sebagai calon Bupati/Wakil Bupati Kabupaten Pidie, Faurizal sebagai calon Bupati/Wakil Bupati Kabupaten Bireun, Zainuddin sebagai calon Bupati/Wakil Bupati Kabupaten Aceh Timur, dan Hasbi sebagai calon Bupati/Wakil Bupati Simeulue.
Mereka meminta Pasal 256 UU Pemerintahan Aceh bertentangan dengan UUD 1945, khususnya Pasal Pasal 18 ayat (4), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3), dan Pasal 28I ayat (2).
Adapun bunyi Pasal 256 UU Pemerintahan Aceh tersebut adalah "Ketentuan yang mengatur calon perseorangan dalam pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, atau Walikota/Wakil Walikota sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 67 ayat (1) huruf d, berlaku dan hanya dilaksanakan untuk pemilihan pertama kali sejak Undang-Undang ini diundangkan".
Dalam pertimbangannya, Majelis Konstitusi menilai, berdasarkan ketentuan Pasal 67 ayat (1) huruf d UU Pemerintahan Aceh, membuka kesempatan bagi calon perseorangan untuk ikut dalam pemilukada.
Namun, aturan tersebut dibatasi dalam ketentuan Pasal 256 UU Pemerintahan Aceh yang "ketentuan yang mengatur calon perseorangan dalam pemilihan gubernur/Wakil gubernur, bupati/wakil bupati, atau walikota/wakil walikota sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 67 ayat (1) huruf d, berlaku dan hanya dilaksanakan untuk pemilihan pertama kali sejak Undang-Undang a quo diundangkan".
Menurut mahkamah, bahwa tidak memberikan kesempatan kepada calon perseorangan dalam Pemilukada bertentangan dengan UUD 1945. Hal ini juga sesuai dengan putusan Mahkamah Nomor 5/PUU-V/2007, bertanggal 23 Juli 2007, yang mengakui dan memperbolehkan calon perseorangan.
"Mahkamah memberi pertimbangan bahwa Pasal 256 UU Pemerintahan Aceh dapat menimbulkan terlanggarnya hak warga negara yang bertempat tinggal di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang justru dijamin oleh UUD 1945," jelas mahkamah.
Hal tersebut juga diperkuat adanya aturan yang memperbolehkan calon perseorangan dalam UU Pemerintahan Daerah. "Dengan demikian, calon perseorangan dalam Pemilukada secara hukum berlaku di seluruh wilayah Republik Indonesia," jelas mahkamah.
Berdasarkan pertimbangan itu, menurut Mahkamah, calon perseorangan dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah tidak boleh dibatasi pemberlakuannya. Karena jika hal demikian diberlakukan maka akan mengakibatkan perlakuan yang tidak adil dan ketidaksamaan kedudukan di muka hukum dan pemerintahan antara warga negara Indonesia yang bertempat tinggal di Provinsi Aceh dan yang bertempat tinggal di wilayah Indonesia lainnya.
"Warga negara indonesia yang bertempat tinggal di Provinsi Aceh akan menikmati hak yang lebih sedikit karena tidak dapat mencalonkan diri sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah secara perseorangan yang berarti tidak terdapat perlakuan yang sama di depan hukum dan pemerintahan sebagaimana dijamin oleh UUD 1945," papar Mahkamah. (umi)
• VIVAnews
Klik Duit Untuk Anda
Labels:
politik
Subscribe to:
Posts (Atom)