Thursday, 30 July 2009
DAY National Blogger
Jakarta - Minister of Communication and Information (Menkominfo) Mohammad Nuh blunt declare October 27 as National Blogger Day. Momentumnya made over 2007 Blogger Party. It was time to give acknowledgment dicetuskannya in Blogger Party 2007 (PB2007), a national blogger gathering events held in Blitz Megaplex, Jakarta, Saturday (27/10/2007). "I declare this day as National Blogger Day!" accuse him rousing cheers greeted the blog author. "Momentumnya very appropriate to declare this day as a national day blogger. Previous case this has not been planned at all," he said to reporters after the speech to give. Disinggung about the next steps of the National Blogger Day declaration and whether the government will create a code of ethics for bloggers, said that it was not considered. "It's still early, not until it is for thought. Still just a simple," accuse him. Spark for the National Day Blogger appear in the event spontaneously. Preceded by Enda Nasution, Chairman of the Committee of PB2007, in his speech. According to Noah, the bloggers have a role in education and empower people. He also does not expect bloggers' timid 'or fear in writing the blog. "We guarantee there will be no pembreidelan," he said in the PB2007. Enda, who found during the lunch, the declaration was not planned. To the future, Enda also claim there are no specific plans. "Most do not already have a date that can be used as momentum. Later each community or individual bloggers can create their own interprestasinya to observe this day," he explains. PB2007 bring bloggers from various regions in Indonesia. Start from Anging Mammiri from Makassar, Go Ranah Minang from West Sumatra, Loenpia.net of Semarang, Yogyakarta Community Blog bloggers to represent the community in Poso. Non-regional communities such as Blogfam, id-Gmail, Multiply Indonesia, and Muslim Blog also enliven the event. Photo caption, ki-ka: M. Menkominfo Noah, the Director General Applications Telematika Cahyana Ahmadjayadi, and the Chairman of the Committee PB2007 Enda Nasution. Photographer: ash / inet. (Wicaksono Hidayat / wsh)
Klik Duit Untuk Anda
Tuesday, 21 July 2009
Bom di Ritz Carlton & JW Marriott Sebelum Ubah Target, Pelaku Bom Diduga Targetkan Pemain MU
Pada 17 Juli 2009, beberapa jam setelah ledakan bom, tersiar informasi bahwa pelaku bom sudah berada di kamar 1808 selama seminggu. Namun, informasi yang lebih valid disampaikan Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri, para pelaku bom sebenarnya baru menginap di hotel bintang lima itu pada 15 Juli 2009, dua hari sebelum ledakan bom terjadi.
Informasi ini kemudian berkembang. Sumber-sumber di Marriott membenarkan bahwa pelaku menyewa kamar 1808 pada 15 Juli 2009 dengan membayar deposit US$ 1.400.
"Mereka berencana menginap selama seminggu dengan membayar deposit US$ 1.400," kata sumber detikcom.
Pelaku menggunakan nama Nurdin Aziz dengan bukti diri KTP yang dikeluarkan Kelurahan Pondok Pinang, Kecamatan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
Dengan rencana menginap selama seminggu, sangat mungkin mereka menjadikan pemain MU sebagai target bom. Rencananya, pemain MU akan menginap di Hotel Ritz Carlton yang terletak bersebelahan dengan Marriott pada 18 Juli 2009. Para pemain MU akan berada di hotel itu hingga 21 Juli 2009.
"Dengan melihat masa sewa kamar, sangat mungkin para pelaku ingin menargetkan ledakan bom untuk para pemain MU. Mereka berada di Marriott sejak 15 Juli untuk melakukan survei-survei terlebih dulu, termasuk mencari tahu terowongan bawah tanah yang menghubungkan Marriott dengan Ritz Carlton," kata sumber itu.
Mengapa para pelaku tidak menginap di Ritz Carlton saja? Kamar-kamar di hotel Ritz Carlton kabarnya sudah dikosongkan sejak jauh-jauh hari. Ini bagian sterilisasi Ritz Carlton sebelum para pemain MU datang. Lagi pula, pengamanan di Ritz Carlton sudah sangat ketat.
Namun, sepertinya para pelaku bom mengubah target di tengah jalan. Baru menginap selama dua hari, pelaku bom diduga mempercepat ledakan bom setelah mengetahui ada agenda CEO Meeting di JW Lounge. CEO Meeting bertajuk Indonesia Country Program (ICP) itu dihadiri para CEO, direktur, dan manajer dari perusahaan-perusahaan asing ternama.
"Mungkin melihat pertemuan yang dihadiri banyak pengusaha penting itu, para pelaku mengubah targetnya. Apalagi di acara itu hadir para pengusaha dari Amerika dan Australia," kata dia.
Namun, cerita ini bukan satu-satunya informasi yang muncul. Informasi yang beredar lainnya, para pelaku bom sebenarnya memang ingin menjadikan pemain MU sebagai target. Namun, pelaku hanya bisa menyewa kamar 1808 selama tiga hari, yaitu tanggal 15, 16, dan 17 Juli 2009.
"Karena kamar di Marriott hanya kosong untuk tiga hari, maka pelaku bom bisa saja mengubah targetnya pada 17 Juli 2009. Untuk long weekend semua kamar sudah penuh," kata dia.
Informasi ini bisa jadi benar. Karena untuk long weekend, apalagi ada event kunjungan MU ke Indonesia, peminat kamar di Marriott membludak.
Tentu, cerita-cerita yang disampaikan sumber-sumber ini belum tentu benar. Informasi ini juga belum terkonfirmasi oleh polisi. Aparat kepolisian masih menyembunyikan hasil penyelidikannya dan baru akan membeberkan hasil investigasinya setelah semua selesai dan benar-benar jelas.
Mengenai pelaku peledakan, polisi juga mau belum mau membuka informasi lebih lebar, meski Kapolri sempat menyebut inisial N. Namun, informasi yang berkembang luas, N yang dimaksud adalah Nurdin Aziz alias Nur Sahid alias Nur Said alias Nur Hasbi, seseorang yang diduga anggota jaringan Noordin M Top.
(asy/nwk)
Sent from Indosat BlackBerry powered by Sinyal Kuat Indosat
Dapatkan berita terkini dari detikcom. Ketik REG POL kirim ke 3845
(khusus pelanggan Indosat, Telkomsel, Tri)
Tetap update informasi di manapun dengan http://m.detik.com dari browser ponsel anda!
Klik Duit Untuk Anda
Monday, 20 July 2009
Iranian Critic Quotes Khomeini Principles (WASHINGTON)
July 19, 2009
Iranian Critic Quotes Khomeini Principles
By ELAINE SCIOLINO
WASHINGTON — During his decades in Iranian politics, Ali Akbar Hashemi Rafsanjani has been praised as a pragmatist, criticized as spineless, accused of corruption and dismissed as a has-been.
Now, in assailing the government’s handling of last month’s disputed presidential election, Mr. Rafsanjani, a 75-year-old cleric and former president, has cast himself in a new light: as a player with the authority to interpret the ideals of Iran’s 30-year-old Islamic republic.
Using his perch as a designated prayer leader on Friday to deliver the speech of a lifetime, Mr. Rafsanjani abandoned his customary caution to demand that the government release those arrested in recent weeks, ease restrictions on the media and eradicate the “doubt” the Iranian people have about the election result. And he implicitly challenged the authority of the country’s supreme leader, Ayatollah Ali Khamenei, to make decisions without seeking consensus.
Behind the words was the assertion that for the Islamic republic to survive, it must restore its legitimacy, reaffirm its republican institutions and find a formula for governing.
To establish his own legitimacy, Mr. Rafsanjani evoked his long political history.
“What you are hearing now is from a person who has been with the revolution second by second from the very beginning of the struggle,” he said, adding, “We are talking about 60 years ago up until today.”
He recalled that his mentor, Ayatollah Ruhollah Khomeini, the father of the 1979 revolution, said that the “people’s will” must be done, and in this case, he said, the trust of the people had been broken.
Mr. Rafsanjani was a supporter of the opposition candidate, Mir Hussein Moussavi, during the campaign, and by speaking out on Friday he seemed to be moving closer to Mr. Moussavi as a public symbol of opposition. But Mr. Rafsanjani also took care not to directly dispute the government’s declaration that President Mahmoud Ahmadinejad had won the election.
In delivering his sermon, Mr. Rafsanjani was defying a government campaign to silence him, in which senior officials have interspersed personal attacks with veiled threats. That campaign continued Saturday, when conservative figures criticized his speech.
He was also essentially usurping the institutional role of Ayatollah Khamenei.
“This was a speech Khamenei should have given,” said Farideh Farhi, a political scientist at the University of Hawaii. “That’s his designated role as the spiritual and political guide, to be above the fray. But Khamenei is probably too insecure and has too much to lose. He took sides. Rafsanjani rose to the occasion.”
Still, it would be wrong to say that Mr. Rafsanjani has suddenly become a proponent of justice, human rights and freedom.
In the summer of 1999, after all, when the government crushed student demonstrations at Tehran University, he delivered a harsh sermon in the same place as he did on Friday. Back then, he blamed “enemies of the revolution” and “sources outside the country” for the unrest. He praised the use of force by the state.
During much of his earlier eight-year presidency, many Iranians were executed, including political dissidents, drug offenders, Communists, Kurds, Bahais, even clerics.
Politically, Mr. Rafsanjani was humiliated twice: in 2000 when he ran for Parliament and came in 30th and last place in Tehran (amid charges of ballot fraud in his favor), and again in 2005, when he performed dismally in his bid to regain the presidency.
But unlike many political figures, and certainly unlike most clerics, Mr. Rafsanjani is the consummate politician. He refuses to abandon the political battlefield in a country in which silence in the face of defeat is the norm.
He also knows how to shift gears. A campaign photograph in the 2000 campaign showed him without his turban. He must have thought that a clerical uniform had become a liability.
Mr. Rafsanjani’s bold public stance is not without risks. Members of his family have been briefly detained during this period of turmoil, and the government could use his record, and his family’s financial dealings, to discredit him.
For his part, Ayatollah Khamenei delivered his own notable sermon four weeks ago, in which he embraced the victory of Mr. Ahmadinejad, called the election proof of the people’s trust in the system and threatened more violence if demonstrations continued.
Mr. Rafsanjani struggled to woo the center; the ayatollah stuck to his base of support on the right.
Mr. Rafsanjani spoke about the Prophet Muhammad’s style of governing in Medina, with its emphasis on listening to the people, and treating them with respect and “Islamic kindness.”
He used a pragmatic argument in calling for the release of those who have been arrested.
“Let’s not allow our enemies to reprimand and laugh at us and hatch plots against us just because a few certain people are in prison,” Mr. Rafsanjani said.
Ayatollah Khamenei, by contrast, in his sermon railed about the enemies of the prophet and the foreign enemies both inside and outside Iran. “The violators,” as he called them, are “the ill-wishers, mercenaries and agents of the Western intelligence services and the Zionists.”
Ironically, his speech sounded much like the one Mr. Rafsanjani gave after the disturbances a decade ago.
From the early days of the revolution, Mr. Rafsanjani has favored pragmatism over religious absolutism.
After the seizure of the American Embassy in Tehran in 1979, Iran’s leaders demanded the return of the exiled Shah Mohammed Reza Pahlavi as a condition of the release of the 52 American hostages. Mr. Rafsanjani had a better idea: “If the shah dies, that would help,” he said to this reporter in an interview in 1980. (Shortly afterward, the shah died of complications caused by cancer.)
In 1986, after the Reagan administration’s secret American arms sales to Iran were disclosed, Mr. Rafsanjani, then the speaker of Parliament, used his Friday sermon to explain why. He said Iran needed to acquire weapons to fight Iraq, even if it meant dealing with the enemy, the United States. Later, he was credited with helping to persuade Ayatollah Khomeini to end the eight-year war.
A state-builder, Mr. Rafsanjani even set aside religion to rehabilitate the image of Persepolis, the site of the 2,500-year-old Persian empire, saying, “Our people must know that they are not without a history.”
This time, he did not lay out goals. He did not say whether he hoped to get the election results overturned or merely to convince the country to make peace with those results.
“He doesn’t address the basic problem for the opposition: that they have been dealt with brutally on the streets and that this was a manipulated election,” said Shaul Bakhash, professor of Middle Eastern history at George Mason University.
In his 1963 book about miracles, Mr. Rafsanjani bragged that he was saved from an assassin’s bullet because of his “revolutionary speed” and his willingness to “punch those who say nonsense.”
Given the fluid nature of Iranian politics, it would be foolish to predict whether he can make miracles today.
Klik Duit Untuk Anda
Domain free Anda
Militants Eyed in Indonesian Bombings
Klik Duit Untuk Anda
Domain free Anda
Saturday, 18 July 2009
AS Siap Bantu RI Perangi Terorisme
"Kami akan terus bekerjasama dengan Indonesia untuk melenyapkan ancaman kekerasan dari para ekstremis ini, dan kami akan tetap setia dalam mendukung terciptanya masa depan yang aman dan sejahtera bagi seluruh rakyat Indonesia," kata Presiden Barack Obama dalam rilis yang dipublikasikan Kedutaan Besar AS di Jakarta, Sabtu (18/7/2009).
Obama mengutuk keras aksi teror yang telah menewaskan 8 orang dan melukai puluhan orang lainnya tersebut. Indonesia, kata Obama, selalu konsisten dalam upaya perang melawan terorisme dan telah berhasil menekan kejahatan terorisme di wilayahnya.
"Rakyat Amerika berdiri mendampingi rakyat Indonesia di saat-saat yang sulit seperti ini, dan Pemerintah AS selalu siap untuk membantu Pemerintah Indonesia mengatasi dan bangkit untuk pulih dari serangan yang keji ini sebagai sahabat dan mitra," tegas Obama.
(sho/gah)
Klik Duit Untuk Anda
LIRA Dukung SBY Tangkap Otak Pelaku Bom Marriott-Ritz
Carlton dan para korbannya terus mengalir, baik dari dalam dan luar negeri.
Salah satunya, dari Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) yang mengutuk peristiwa itu dan mendukung sikap Presiden SBY untuk mengungkap dan menangkap para pelakunya.
"Kami meminta agar SBY tidak takut menghadapi aksi teror, yang tentu saja ingin membuat situasi keamanan dalam negeri menjadi kacau. Apalagi menurut informasi yang kami peroleh, aksi lain masih akan terus berlanjut," kata Dewan Pembina LIRA Srijanto Tjokrosudarmo dalam jumpa pers di Presiden Center Jakarta, Jakarta, Jumat (17/7/2009).
Sementara itu Presiden LIRA Jusuf Rizal mengatakan, kemungkinan aksi bom ini
terkait dengan hasil Pilpres 2009 dan sejumlah peristiwa belakangan ini, seperti kasus penembakan di Papua, Perampokan uang Rp 15 miliaar hingga peristiwa pengeboman memiliki hubugan yang erat.
Dari informasi yang diterima LIRA, kemungkinan aksi-aksi seperti ini akan terus berlanjut, terutama yang terkait dengan adanya upaya untuk menggagalkan hasil Pilpres 2009 dengan berbagai upaya.
"Kami meminta agar aparat meningkatkan kewaspadaan, sebab berdasarkan informasi masih ada beberapa titik yang akan menjadi sasaran," jelasnya.
LIRA juga meminta agar para penegak hukum mewaspadai gerakan kelompok aktivitas yang bergerak atas nama demokrasi dan HAM yang akan merongrong kewibawaan pemerintah, bahkan akan melakukan berbagai aksi guna menolak hasil Pilpres 2009. Aksi-aksi tersebut akan menggunakan isu neolib, isu
kecurangan Pemilu, antiSBY dan berbagai isu-isu lain yang bersifat provokatif.
(zal/lrn)
Klik Duit Untuk Anda
Friday, 17 July 2009
'Heal the World' Lagu Kemanusiaan Paling Favorit
Versus detikmusic kali ini memberikan pertanyaan "Lagu bertema kemanusiaan milik Michael Jackson yang paling jadi favorit Anda?". Hasil menunjukan bahwa para responden memilih lagu 'Heal the World' menjadi lagu bertema kemanusiaan favorit mereka.
Dari total 810 suara, 11.48 persen atau 93 suara memilih 'We Are the World' sebagai lagu favorit mereka. Sedangkan 717 suara atau sekitar 88.52 persen menjadikan 'Heal the World' sebagai lagu bertema kemanusiaan pilihan responden.
Lagu 'We Are the World' diciptakan Jacko dan Lionel Richie untuk membantu korban kelaparan di Ethiopia akbibat gejolak politik pada 1984 hingga 1985. Dana yang terkumpul dari lagu ini mencapai 63 juta dolar.
Sedangkan lagu 'Heal the World' meninggalkan pesan anti-rasisme di dunia. Michael pun pernah mengatakan kepada fansnya bahwa lagu ini adalah lagu ciptaannya yang paling ia banggakan. Maka tidak heran kalau responden memilih lagu ini sebagai lagu bertema kemanusiaan favoritnya.
Dalam acara penghormatan terakhirnya di Staples Centre, Los Angeles, 7 Juli 2009 lalu dua lagu ini terus dikumandangkan. 'Heal the World' dan 'We Are the World' menumpahka air mata penggemar Michael mengiringi kepergiannya.
(yla/yla)
Klik Duit Untuk Anda
Pembuatan KTP Online Diujicoba
BIREUEN – Local Governance And Innovation For Community in Aceh (Logica), sebuah NGO yang bergerak dibidang pemerintahan, Rabu (15/7), melakukan uji coba pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) Online, di Kantor Camat Samalanga, Bireuen. Kegiatan tersebut bertujuan untuk memudahkan masyarakat di wilayah itu mendapatkan KTP secara online.
Local Governence Advisor Logica, M Najib, melalui District Facilitator, Sumiaty, kepada Serambi, mengatakan, ujicoba pembuatan KTP secara online itu merupakan hasil kerja sama antara pihaknya dengan Pemkab Bireuen. “Dengan adanya program KTP online ini, kita harapkan ke depan warga di beberapa kecamatan yang jauh dari ibu kota kabupaten, akan mudah memperoleh KTP secara online di pusat pemerintahan kecamatan,” katanya.
Ditambahkan, selain itu dengan sistem ini akan menghemat biaya dan waktu masyarakat untuk memperoleh KTP nasional. Pasalnya, pembuatan KTP tersebut akan langsung siap dalam waktu sekitar 15 menit. Sementara Camat Samalanga, Darwansyah, mengatakan, dengan adanya program KTP online ini, warga di beberapa kecamatan terutama Samalanga, Kecamatan Simpang Mamplam, Pandrah, dan Jeunieb, nantinya tidak perlu lagi membuat KTP di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil di Bireuen. Karena, mereka bisa langsung meperoleh KTP Nasional secara online di kantor camatn atau UPT kecamatan yang ditugaskan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.(c38)
Akses m.serambinews.com dimana saja melalui browser ponsel Anda.
Klik Duit Untuk Anda
Thursday, 16 July 2009
How easy youtube download
most of 2 donwload youtube mengkopy link with pictures of you at the ready in the youtube video as an image that have tuh cewek disampingnya and have a red line in the youtube
istal softwer ago that you have downloaded and do not forget to close allbruwse IE and monzilla going after you istal in and out until any posts finis, open more go in a note to the youtube video do you want to donwload as an example the image below
Clik money
Domain free
Log In SDLB interest Descending
BLANGPIDIE - The number of students who register at the Primary School Extraordinary (SDLB) in Aceh Barat Daya (Abdya) new school year as four people. The number of applicants this year decreased compared to last year. Plt SDLB Rusli SPD, Serambi to Tuesday (14 / 7) to the registrant in the District's most SDLB Blangpidie and District Susoh. While the district's many other parents still hesitate to enroll their children in local schools because the distance is very far and the lack of awareness of parents to their children mendafatarkan disabilities for the students in SDLB.
The school expects the relevant agencies in order to provide Pemkab Abdya school bus. For, this facility is very helpful for children with disabilities who have other interests seklah go to school to learn a distance away from the house. Rusli add at this time the number of students of the 45 teachers and staff as 6 people. The teachers only able to educate children with disabilities for the blind, deaf wicara, tuna and tuna Grahita skilled. (C41)
M.serambinews.com access anywhere through your mobile phone's browser.
Klik Duit Untuk Anda
Secession – Part 2 of 3
In the early decades of the 19th century, the overwhelming majority of American Christians belonged to one of three denominations: Presbyterian, Methodist, and Baptist. All three split down the middle over the slavery issue, just as the Episcopalians are doing today over homosexuality.
The Presbyterians were the smallest of the three in numbers, but the strongest in terms of money and influence in the community. Presbyterians dominated the boards of the American Bible Society and the American Sunday School Union. The national church was a highly structured organization of hierarchical presbyteries, synods, and assemblies, with a rigidly Calvinist orientation. When their Methodist and Baptist rivals began to surpass them in numbers early in the century, some Presbyterian ministers loosened up a bit and began to preach what Rick Warren would today call a “gospel of love.” What really got the innovators in trouble, though, was the questioning of slavery, which we saw in Part 1 was a fundamental pillar of the Christian church. By 1837, the elders had enough. In a carefully plotted move, they voted at that year’s General Assembly of the entire church to expel four synods centered in New York and Ohio that were irredeemably contaminated with heresy, especially the heresy of abolitionism. The expelled synods, calling themselves “New School” Presbyterians, regrouped a year later to form a competing church, which claimed approximately 100,000 members – the same body count as today’s split-off Anglicans.
Though there were other theological differences between the groups, the Cincinnati Journal and Luminary emphasized that “The real question is not between the new and old school — it is not in relation to doctrinal errors; but it is slavery and anti-slavery. It is not the standards which were to be protected, but the system of slavery.” Rev. Lyman Beecher, the most well-known God expert of the day, blamed the arch pro-slavery Senator John C. Calhoun: “They got scared about abolition. . . . John C. Calhoun was at the bottom of it. I know of his doing things—writing to ministers, and telling them to do this and do that. The South finally took the Old School side. It was a cruel thing—it was an accursed thing, and ‘twas slavery that did it.”
Next came the Methodists, who had grown from a splinter group in Revolutionary times to include some 45% of all Southerners. This growth occurred despite the fact John Wesley, who founded Methodism in England, called slavery “that execrable sum of all villainies.” Methodism was tightly organized, and its original 1784 ordinances prescribed that “No person holding slaves shall in future be admitted into society, or to the Lord’s Supper, till he previously comply with these rules concerning slavery. Those who buy, sell, or give [slaves] away, unless on purpose to free them, shall be expelled immediately.”
Lawyers and theologians have ways of twisting words, though. The truth, some decided, was that slavery might have been a problem in Wesley’s England, but it was not a problem here in the USA because the slave owners here were such kind people. The Georgia Methodists resolved unanimously that: “Whereas, there is a clause in the discipline of our church, which states that we are as much as ever convinced of the great evil of slavery; and whereas the said clause has been perverted by some, and used in such a manner as to produce the impression that the Methodist Episcopal church believed slavery to be a moral evil; Therefore, Resolved, — That it is the sense of the Georgia Annual Conference that slavery, as it exists in the United States, is not a moral evil.”
Having made their position perfectly clear, pro-slavery Methodists were incensed that some ministers never got the memo, and continued to preach against slavery. In 1836 the General Conference met in Cincinnati and overwhelmingly approved some clarifications: “1. Resolved, by the delegates … in General Conference assembled, that they disapprove in the most unqualified sense, the conduct of the two members of the General Conference who are reported to have lectured in this city recently, upon, and in favor of, modern abolitionism. 2. Resolved, … that they are decidedly opposed to modern abolitionism, and wholly disclaim any right, wish, or intention to interfere in the civil and political relation between master and slave as it exists in the slave-holding states of this Union.”
That drove out 22 ministers and 6,000 members, to establish what they called the “Wesleyan Methodist Church.” An even bigger controversy erupted at the 1844 General Conference, though. Delegates learned that the new Methodist bishop of Georgia, James O. Andrew, owned slaves as a result of an inheritance from his first wife and his second marriage to a slave-owning woman – a circumstance quite similar to that which sparked today’s Episcopal split-up, the ordination of a bishop in New Hampshire with an un-Biblical personal lifestyle. When a group of delegates tried to get Bishop Andrew to desist from exercising his office while this “impediment” of holding slaves remained, the southerners had enough; a few months later what was called “The Methodist Episcopal Church, South” was formally born, soon including several highly acclaimed universities and colleges. It did not agree to re-unite with the northern Methodists until 1939, over 70 years after the end of the Civil War.
Nearly as large as the Methodists, the Baptist churches were less highly structured, with each congregation comparatively free to manage its own affairs. Still, they were united in the common effort to hire missionaries to spread Christianity among the heathen. In 1840, Baptist abolitionists issued “An Address to Southern Baptists” denying the standard Biblical justifications for slavery and imperiously demanding that the Southerners “confess their sinfulness” – just like today’s rebels demand that those who appointed the gay bishop in New Hampshire must “repent.” They wanted nothing to do with people who disagreed. “We cannot and we dare not recognize you as consistent brethren in Christ … and we cannot, at the Lord’s table, cordially take that as a brother’s hand, which plies the scourge on woman’s naked flesh,—which thrusts a gag into the mouth of a man,—which rivets fetters on the innocent,—and which shuts up the Bible from human eyes.”
(At least back then the language was more colorful than it is today. The cleverest retort the Bishop of Fulham could come up with for his liberal opponents is that “not only are they not very good Christians – they are also not nice human beings.”)
The southern clergy declined the opportunity to confess their sinfulness. Instead, they replied that “unless aspersions upon their character ceased they would cut off their benevolent funds to the general Baptist agencies and, if necessary, even separate from them altogether.”
In 1844, Alabama Baptists demanded that the Baptist General Convention declare that slaveholders were just as eligible to become missionaries as non-slaveholders. When the Acting Board replied that they could “never be party to any arrangement that which would certainly imply approbation of slavery,” the southerners called for an assembly in Augusta, Georgia the following May, at which the Southern Baptist Convention split off to become a separate church. As the secession conference ended, those present joined hands and sang “Blest Be the Tie That Binds.” Unlike the Methodists, the northern and southern Baptists never did reconcile, and the Southern Baptist church today comprises America’s largest single Protestant denomination.
Next week: How the splitting of the churches led to the Civil War.
Klik Duit Untuk Anda
Sunday, 12 July 2009
Cholidi “Azzam” KCB: Jadikan Film Sebagai Media Amal Berantai
Film ini diputar sebanyak enam kali di Gedung Chik di Tiro sejak Jumat malam hingga Minggu (11-12 Juli), berikut menggelar jumpa fans yang dihadiri Cholidi, Oki Setiana Dewi (Anna), Meyda Sefira (Husna) dan Habiburahman El Shirazy, sang penulis novel KCB. Menurut pria kelahiran 30 Maret 1989 ini, setiap kebaikan yang diperlihatkan pada film tersebut diharapkan mampu menginspirasi jutaan penonton untuk melakukan kebaikan kepada orang sekelilingnya.
“Motivasi awal saya ikut kasting film KCB karena ini film dakwah, sebab film adalah media yang efisien untuk mempengaruhi masyarakat. Bisa jadi amal berantai,” paparnya kepada Serambi usai menikmati suguhan makanan khas Aceh di Rumah Makan Ayam Tangkap Cut Dek, Sabtu (11/7). Awalnya, Cholidi yang mengaku sejak kecil sudah dekat dengan dunia pesantren, mengikuti casting atas saran seorang temannya yang pelukis. “Seorang teman pelukis dari Bulungan mengatakan tokoh Azzam cocok dengan saya. Kebetulan Kakek saya adalah pimpinan Pondok Pesantren Al Masyhudi di Pasuruan, jadi dengan mengucapkan bismillah saya ikut audisi KCB dan alhamdulillah terpilih memerankan Azzam,” katanya.
Ia pun bersyukur karena film KCB ia bisa menginjakkan kakinya di Aceh, provinsi yang baginya mempunyai daya magis tersendiri. Bersama dua rekannya Oki dan Meyda Sefira ia pun mengunjungi beberapa tempat wisata di Aceh termasuk mencoba kulinernya. “Banyak sekali hal unik yang bisa didapat di Aceh, seperti Tari Saman dan kopi Uleekareng. Kemarin saya nyobain duren Aceh, rasanya enak dan khas sekali, beda dengan durian di daerah lain,” cerita Cholidi.
Mimpi terwujud
Sebelum mengunjungi Aceh, Cholidi sudah mendengar banyak cerita tentang Aceh, terutama tentang musibah tsunami dari salah seorang sahabatnya, Wawan. “Dari Wawanlah saya banyak tahu tentang Aceh, dan lima tahun kemudian saya ada di sini, mimpi saya mengunjungi Aceh terwujud,” ceritanya.
Ia, Oki dan Meyda merasa puas bisa mengunjungi fans mereka di Banda Aceh. Walaupun di Banda Aceh tidak ada bioskop, tapi tetap ada jalan keluar dengan memutar film di Gedung Chik di Tiro. Penontonnya tidak kalah antusias dengan tempat lain. “Kami bangga bisa ke Aceh yang merupakan satu-satunya provinsi di Indonesia yang bisa menerapkan syariat Islam,” sepakat mereka bertiga.
Saat ini, mereka mengaku akan konsentrasi ke KCB karena akan ada KCB dua. “Kontrak KCB hingga akhir tahun dan masih akan ada KCB dua. Pada pembuatan KCB pertama kami syuting selama 35 hari di Kairo. Film KCB adalah satu-satunya film asing yang berhasil syuting di Universitas Al Azhar Kairo,” kata Cholidi.
Ketika ditanya batasan seperti apa yang diterapkan Cholidi dalam menerima tawaran peran bila dihadapkan dengan naskah yang mengharuskannya beradegan mesra, ia menegaskan semua berpulang kepada prinsip awal. “Pernah waktu itu saya nanya Bang Dedy Mizwar, beliau bilang untuk berakting mengungkapkan rasa sayang, tidak harus pegangan tangan, atau pun berciuman dan pelukan, misalnya. Rasa sayang bisa diungkapkan dengan cara lain, tanpa sentuhan pastinya,” ujar penerima beasiswa Al Azhar Jakarta ini.(ami/dwi)
Akses m.serambinews.com dimana saja melalui browser ponsel Anda.
Klik Duit Untuk Anda
Wednesday, 08 July 2009
Suara JK Melejit di Bengkulu, Gorontalo & Malut
Inilah hasil quick count yang disampaikan Puskaptis di Sate Khas Senayan, Jl Kebon Sirih, Jakarta, Rabu (8/7/2009).
Total suara yang disurvei Puskaptis sebesar 299.954 pemilih. Sampel diambil dari 33 provinsi, sampel kabupaten/kota sebanyak 150, sampel kecamatan ada 100, dan sampel desa 1.000.
Metode pengambilan data diambil dengan mencatat jumlah suara sah langsung pada TPS Rabu 8 Juli mulai pukul 13.00-17.00 WIB. Jumlah TPS yang diambil sebanyak 2.000 lokasi.
Di Bengkulu, JK-Wiranto mendapat suara sebesar 34,68 persen, SBY-Boediono 34,05 persen, dan Megawati-Prabowo 31,27 persen.
Sedangkan di Gorontalo, pasangan JK-Wiranto mendapat suara 46,31 persen, SBY-Boediono 36 persen, sisanya direbut oleh Megawati-Prabowo 17,69 persen.
Yang terakhir di Maluku Utara, JK-Wiranto mendapat 42,14 persen, SBY-Boediono 38,16 persen, dan Megawati-Prabowo 19,70 persen.
( mok / iy )
Tetap update informasi di manapun dengan http://m.detik.com dari browser ponsel anda!
Klik Duit Untuk Anda
Survei Puskaptis SBY-Boediono 57,94%, Mega-Prabowo 28,16%, JK-Wiranto 13,89%
"Kami bukan mengatakan SBY menang, ini adalah hasil perhitungan cepat, yang unggul itu adalah SBY," Direktur Puskaptis, Husein Yazid, saat mengumumkan hasil quick count Puskaptis di Sate Khas Senayan, Jl Kebon Sirih, Jakarta, Rabu (8/7/2009).
Total suara yang disurvei Puskaptis sebesar 299.954 pemilih. Sampel diambil dari 33 provinsi, sampel kabupaten/kota sebanyak 150, sampel kecamatan ada 100, dan sampel desa 1.000.
Metode pengambilan data diambil dengan mencatat jumlah suara sah langsung pada TPS Rabu 8 Juli mulai pukul 13.00-17.00 WIB. Jumlah TPS yang diambil sebanyak 2.000 lokasi.
Berikut adalah hasilnya:
Megawati-Prabowo 28,16 persen (84.479)
SBY-Boediono 57,94 persen (173.806)
JK-Wiranto 13,89 persen (41.669).
( mok / nrl )
Tetap update informasi di manapun dengan http://m.detik.com dari browser ponsel anda!
Klik Duit Untuk Anda
Hormati Hasil Quick Count, JK Masih Tunggu Penghitungan KPU
"Kami menghargai hasil quick count. Tapi kita masih menunggu hasil formal dari KPU," ujar JK di markasnya di Jl Ki Mangunsarkoro, Jakarta, Rabu (8/7/2009).
JK mengatakan sejauh ini laporan hasil suara JK-Wiranto di daerah-daerah, termasuk di Sulawesi, masih menunjukkan hasil positif. Sehingga JK meminta agar publik tidak terlalu percaya dengan hasil suara quick count.
"Sejauh ini di daerah masih positif. Hasil quick count tidak seperti di lapangan. Tapi yang dijadikan formal adalah KPU," imbuh JK. ( anw / nrl )
Dapatkan Info Pilpres terkini. Ketik *123*1*9*1# lalu OK/YES dari HP Anda. Khusus pelanggan Indosat.
Tetap update informasi di manapun dengan http://m.detik.com dari browser ponsel anda!
Klik Duit Untuk Anda
Tim Mega-Prabowo: Siapa pun yang Menang, Pilpres Sudah Bermasalah
"Bagi saya quick count bukan hasil akhir. Tetapi jauh sebelum hasil Pilpres kita melihat kondisi seperti ini, terlalu banyak rekayasa masalah. Saya kira ini satu indikasi kecurangan," ujar anggota tim sukses Mega-Prabowo, Fadli Zon ketika dihubungi detikcom, Rabu (8/7/2009).
Menurut Fadli, hasil Pilpres ini sudah bermasalah sejak awal. "Apapun hasilnya dan siapapun yang menang dalam Pilpres, ini bermasalah," imbuh dia.
Masalah pertama, yaitu masalah daftar pemilih tetap (DPT). DPT sudah bermasalah sejak lama berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan sebelum Pilpres. Malahan, kemarin KPU pun mengakui kalau DPT bermasalah.
"Kita bisa melihat berbagai indikasi kecurangan cukup besar. Beberapa pantauan termasuk media TV, ada di Papua mencontreng nomor urut 2 satu orang berkali-kali. Ini di berbagai tempat, kasuistis. Tapi kalau banyak akhirnya jadi sistematis," tutur Fadli.
Kemudian dalam proses sosialisasi yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU), alat peraga contreng mengarahkan untuk memilih gambar di tengah.
"Jadi saya tidak heran kalau hasilnya seperti ini. Cuma apakah ini absah? Apakah jurdil? Siapapun pemenangnya, kita bicara masalah sistem yang jauh hari sebelum Pilpres," gugat Fadli.
( nwk / iy )
Dapatkan Info Pilpres terkini. Ketik *123*1*9*1# lalu OK/YES dari HP Anda. Khusus pelanggan Indosat.
Tetap update informasi di manapun dengan http://m.detik.com dari browser ponsel anda!
Klik Duit Untuk Anda
Suara SBY-Boediono Juga Melejit di Cendana
Pantauan detikcom, TPS 02, Kelurahan Gondangdia, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (8/7/2009) dari 265 pemilih, SBY mendapat 171 suara. Mega-Prabowo mendapat suara sebanyak 41 dan JK-Wiranto 39.
Begitu juga di TPS 01 yang jaraknya tidak begitu jauh. Meski penghitungan suara belum rampung, dari 326 pemilih, ratusan surat sudah direbut oleh SBY.
Sempat terjadi perdebatan kecil di TPS tersebut antara saksi JK dan petugas PPS. Saksi melihat adanya contrengan dua kali di kolom nomor 2. Namun hal itu di sahkan oleh petugas.
( mok / ken )
Dapatkan Info Pilpres terkini. Ketik *123*1*9*1# lalu OK/YES dari HP Anda. Khusus pelanggan Indosat.
Tetap update informasi di manapun dengan http://m.detik.com dari browser ponsel anda!
Klik Duit Untuk Anda
PSK Dolly Lebih Sukai SBY-Boediono
TPS 61 di Gg Dolly, SBY-Boediono unggul dengan jumlah suara 93, disusul pasangan Mega-Prabowo 78, dan JK-Wiranto memperoleh 6 suara. Di TPS ini jumlah DPT 540, namun yang menggunakan hak suaranya hanya 184 orang pemilih. Surat suara tidak sah sebanyak 7 suara.
Di TPS 48 di Gg Lebar Putat Jaya atau biasa dikenal dengan nama kawasan Jarak, SBY-Boediono juga masih menjadi primadona. Pasangan nomor urut dua itu memperoleh suara sebanyak 132, disusul Mega-Prabowo 63 dan JK-Wiranto 14 suara. Dari 376 DPT yang tercatat di TPS tersebut, warga yang menggunakan hak pilihnya 121, dan surat suara tidak sah sebanyak 3.
Sementara, di TPS 76 di Jalan Kupang Gunung Timur, Mega-Prabowo unggul dengan perolehan suara 105, disusul SBY-Boediono 91, dan JK-Wiranto 12 suara. TPS ini DPTnya berjumlah 561 pemilih dan yang menggunakan hak pilihnya 212 orang. Surat suara tidak sah sebanyak 4.
"Usai penghitungan kotak suara kita kirim ke PPK Kecamatan Sawahan," kata Ketua KPPS TPS 61, Syafik kepada detiksurabaya.com, Rabu (8/7/2009).
(wln/bdh)
Tetap update informasi di manapun dengan http://m.detik.com dari browser ponsel anda!
Klik Duit Untuk Anda
Yuddy: Bukan Soal Mesin Politik Golkar, Tapi Soal Figur
"Saya rasa Pilpres itu bukan tergantung pada mesin partai semata-mata, ini menyangkut figur, dan sangat tergantung pada program kampanye dan figur yang bersangkutan. Partai hanya salah satu, bukan berati mesin parpol tidak jalan," jelas juru bicara tim sukses JK-Wiranto, Yuddy Chrisnandi saat dihubungi melalui telepon, Rabu (8/7/2009)
Prediksi Yuddy, pilpres kali ini berlangsung dua putaran dengan SBY dan JK yang bertarung. "Ya kita memang sudah memperhitungkan SBY masih unggul, tapi tidak unggul mayoritas. Pemilu berlangsung 2 putaran," jelasnya.
Dia juga menegaskan bila suara JK yang di peringkat bawah ini bukan karena adanya penggembosan dari dalam tubuh Golkar karena adanya kader yang menggoyang melalui penyelenggaraan Munas.
"Sudah sejak jauh-jauh hari Munas ditunda sampai Pilpres selesai, tidak ada konflik," tutupnya.
( ndr / iy )
Dapatkan Info Pilpres terkini. Ketik *123*1*9*1# lalu OK/YES dari HP Anda. Khusus pelanggan Indosat.
Tetap update informasi di manapun dengan http://m.detik.com dari browser ponsel anda!
Klik Duit Untuk Anda
Maswadi: Kelihatannya Pilpres Satu Putaran
Melihat kondisi ini, pengamat politik Universitas Indonesia (UI) Maswadi Rauf memprediksi, Pilpres akan berlangsung satu putaran saja. "Iya, hasil itu tidak begitu mengejutkan. Kelihatannya akan satu putaran," katanya kepada detikcom, Rabu (8/7/2009).
Maswadi mengatakan, pola ini sebenarnya sudah terlihat dari hasil polling beberapa lembaga survei sebelum pilpres berlangsung. Hanya saja, ada harapan, perubahan pilihan di masyarakat.
"Tapi ternyata itu tidak terjadi, masyarakat tidak mengubah pilihannya," kata Maswadi.
Meski begitu, Maswadi menyambut baik jika Pilpres benar-benar berlangsung hanya satu putaran. Dilihat dari penyelenggaraan, Pilpres satu putaran akan menghemat banyak hal.
"Kalau memang satu putaran itu bagus dari segi waktu, tenaga dan biaya dan kepentingan rakyat," kata Maswadi.
( ken / iy )
Dapatkan Info Pilpres terkini. Ketik *123*1*9*1# lalu OK/YES dari HP Anda. Khusus pelanggan Indosat.
Tetap update informasi di manapun dengan http://m.detik.com dari browser ponsel anda!
Klik Duit Untuk Anda
Denny JA: SBY Satu Putaran Aman Dideklarasikan
"Secara ilmiah pilpres ini berlangsung satu putaran dengan pemenangnya adalah pasangan SBY-Boediono," tegas Direktur LSI Denny JA saat dihubungi detikcom, Rabu (8/7/2009) pukul 14.20 WIB.
Denny berasumsi, dengan quick count yang sudah rampung lebih dari 60 persen, perolehan suara SBY mencapai 50 persen lebih. Selain itu, lebih dari 70 daerah, suara pasangan tersebut juga sudah mencapai 20 persen.
"SBY satu putaran sudah aman untuk dideklarasikan," tegas Denny yang selama ini dikenal getol mengkampanyekan gerakan satu putaran ini.
( mok / nrl )
Dapatkan Info Pilpres terkini. Ketik *123*1*9*1# lalu OK/YES dari HP Anda. Khusus pelanggan Indosat.
Tetap update informasi di manapun dengan http://m.detik.com dari browser ponsel anda!
Klik Duit Untuk Anda
Hasil Quick Count Suara JK-Wiranto Paling Buncit, SBY-Boediono Menang Satu Putaran
Sementara, seperti diperkirakan semua pihak, pasangan SBY-Boediono sesuai hasil hitung cepat diprediksi akan menang satu putaran karena perolehannya mencapai 50 persen lebih di semua lembaga survei. Pasangan SBY-Boediono meninggalkan lawannya dengan mulus.
Hasil quick count dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) mencatat perolehan pasangan SBY-Boediono sampai pada sampel 70 persen mencapai angka 60,30 persen. Sementara pasangan Megawati-Prabowo memperoleh angka 26,35 persen dan pasangan JK-Wiranto 13,36 persen.
Sementara quick count yang dilakukan oleh Lingkaran Survei Indonesia (LSI) pimpinan Denny JA mencatat pasangan SBY-Boediono mencapai angka 59,07 persen. Sementara pasangan Megawati-Prabowo memperoleh angka 27,47 persen dan pasangan JK-Wiranto 13,55 persen.
Sementara itu, hasil hitung cepat dari LP3ES juga mencatat kemenangan pasangan SBY-Boediono dengan angka 54,98 persen. Sementara pasangan Megawati-Prabowo memperoleh angka 25,75 persen dan pasangan JK-Wiranto 19,28 persen.
Lembaga survei Cirrus dalam hitung cepatnya juga mencatat kemenangan SBY-Boediono sampai 57,02 persen. Sementara pasangan Megawati-Prabowo memperoleh angka 26,47 persen dan pasangan JK-Wiranto 16,51 persen.
Lembaga Riset Indonesia (LRI) pimpinan Johan Silalahi yang sebelumnya mencatat perolehan SBY di bawah 50 persen, saat ini mencatat 58,50 persen. Sementara pasangan Megawati-Prabowo memperoleh angka 25,95 persen dan pasangan JK-Wiranto 15,55 persen.
Dari hasil hitung cepat ini, memang SBY diprediksi paling unggul dan bisa langsung menang satu putaran. Hal ini didasarkan pada UU Pilpres yang menyebutkan Pilpres bisa dilakukan satu putaran apabila pasangan capres memperoleh suara 50 persen lebih yang persebaran suaranya mencapai angka 20 persen lebih di minimal 17 provinsi.
( yid / iy )
Dapatkan Info Pilpres terkini. Ketik *123*1*9*1# lalu OK/YES dari HP Anda. Khusus pelanggan Indosat.
Tetap update informasi di manapun dengan http://m.detik.com dari browser ponsel anda!
Klik Duit Untuk Anda
Lingkaran Survei Indonesia: SBY-Boediono Menang, Pilpres Satu Putaran
Kepastian ini disampaikan salah seorang peneliti LSI saat mengomentari hasil quick count yang dilakukan lembaganya di TVOne, Rabu (8/7/2009). Kepastian ini diketahui setelah suara yang masuk mencapai di atas 66,65%.
Dari hasil quick count itu, SBY-Boediono mendapat suara di atas 58%, Mega-Prabowo di atas 27%, dan JK-Wiranto sekitar 14%.
Penyebaran suara di masing-masing provinsi juga diperlihatkan. Dan SBY-Boediono meraih suara di atas 50% di banyak provinsi. Hingga saat ini, suara yang dikumpulkan dalamquick count LSI sudah mencapai 76,5%.
( asy / nrl )
Dapatkan Info Pilpres terkini. Ketik *123*1*9*1# lalu OK/YES dari HP Anda. Khusus pelanggan Indosat.
Tetap update informasi di manapun dengan http://m.detik.com dari browser ponsel anda!
Klik Duit Untuk Anda
Foto JK 'Dimutilasi' di Menteng Dalam
"Iseng sekali sampai dirobek kepalanya," kata salah satu warga, Sudirman (44), di TPS 32 yang melayani pemilih di RT 7,8,9, Menteng Dalam, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (8/8/2009).
Hingga pukul 13.50 WIB penghitungan suara masih berlangsung. Puluhan warga antusias melihat penghitungan. Bila jagoannya dicontreng, tepuk tangan dan teriakan gemuruh dukungan pun mengalir.
( Ari / iy )
Dapatkan Info Pilpres terkini. Ketik *123*1*9*1# lalu OK/YES dari HP Anda. Khusus pelanggan Indosat.
Tetap update informasi di manapun dengan http://m.detik.com dari browser ponsel anda!
Klik Duit Untuk Anda
Monday, 06 July 2009
Mayoritas Pemilih Paham Cara Mencontreng
Meskipun demikian dalam simulasi tersebut masih ditemukan surat suara yang tidak sah karena pemilih tidak dapat memberi tanda conteng dengan benar sesuai dengan aturan yang ditetapkan KPU. Tingkat kesalahan menconteng ini terjadi pada 13 pemilih (5,5%) dari jumlah 235 pemilih yang terlibat. Sedangkan 222 pemilih (94,5%) memperlihatkan seluruh tanda conteng dinyatakan sah.
“Sebagai pihak penyelenggara kita melihat simulasi berjalan lancar sesuai harapan. Ini ditandai dengan antusiasme masyarakat yang tinggi dan tingkat kesalahan yang kecil,” kata Ketua Pemungutan dan Penghitungan Suara KIP Aceh Besar, Hafidz Hf. Acara simulasi semestinya diikuti 338 pemilih yang masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) di TPS Desa Luthu Dayah Krueng. Namun hingga berakhirnya waktu pencontengan, masyarakat yang datang dan memberi suaranya hanya 235 pemilih, sisanya tidak hadir.
Dari pemantauan Serambi, untuk meyelesaikan pencontengan terhadap 235 pemilih dibutuhkan waktu 3 jam 10 menit. Dimulai dari proses sumpah petugas TPS, pemungutan suara hingga proses penghitungan suara yang disaksikan masyarakat dan saksi dari tiga kandidat. Kertas suara yang dipakai menyerupai kertas suara Pilpres 2009, namun tanpa foto kandidat (dihitamkan) dan nomor urutnya diganti menjadi 10, 11, dan 12. Rata-rata pemilih, dari saat mengambil surat suara hingga mencelupkan jari dalam tinta, menghabiskan waktu 1-2 menit. Sedangkan pemilih muda melakukan lebih cepat kira-kira 45 detik hingga 1 menit dan pemilih tunanetra menghabiskan waktu rata-rata 4 menit di TPS.
Kesalahan beragam
Dari hasil penghitungan suara, mayoritas pemilih menjatuhkan pilihanan kepada pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 11 dengan jumlah 162 suara, sedangkan capres dan wapres nomor urut 10 dan 12 masing-masing mendapat 20 dan 40 suara. Sedangkan 13 suara lainnya dinyatakan tidak sah. Tingkat kesalahan ini terjadi beragam. Seperti mencontreng dua kali, membuat garis horizontal hingga mengenai kolom gambar kandidat lain, tidak dicontreng sama sekali dan mencoblos dalam keadaan surat suara terlipat, sehingga terdapat dua coblosan.
Selain itu juga ditemukan pemilih memberi tanda titik serta melingkari nomor urut calon, dan kedua tanda itu menurut para saksi dinyatakan tidak sah sesuai dengan peraturan KPU. Para petugas KPPS juga diminta mengumumkan kepada pemilih setiap 10 menit sekali untuk mencontreng satu kali saja pada setiap kertas suara. Ketua KPPS Desa Luthu Dayah Kreung Azahar mengakui, pihaknya tidak mengalami kesulitan dalam menjalan proses pemungutan dan penghitungan suara dalam simulasi tersebut.
Ketua KIP Aceh Abdul Salam Poroh, mengatakan simulasi tersebut dilakukan dengan harapan KIP dan jajaran di tingkat KPPS dapat belajar bagaimana menjalankan fungsinya masing-masing dan menjadikannya hasil simulasi itu sebagai rujukan pada hari H 8 Juli. “Kita juga berharap petugas lapangan benar-benar mempelajari formulir penghitungan suara pada Pilpres 2009 dan segera bertanya pada KIP apabila tidak mengerti, agar tidak terjadi kesalahan teknis dalam pengisian,” katanya yang saat itu turut didampingi Wakil Ketua KIP Aceh Ilham Saputra.(sar)
Akses m.serambinews.com dimana saja melalui browser ponsel Anda.
Klik Duit Untuk Anda
Friday, 03 July 2009
40 Pejabat Ikuti Dikpim III
Informasi tentang pelatihan itu disampaikan Kabag Humas Pemerintah Aceh, Nurdin F Joes, melalui siaran pers yang diterima Serambi, tadi malam. Sekda pada kesempatan itu mengharapkan belajar di Dikpim III harus dimanfaatkan secara maksimal oleh para pejabat guna meningkatkan kompetensi sumberdaya aparatur dalam menjalankan tugasnya.
Sesuai visi Pemerintah Aceh yang menginginkan terwujudnya perubahan fundamental di Aceh dalam segala sektor kehidupan masyarakat, sebut Sekda, mau tak mau reformasi di segala sektor kehidupan masyarakat menjadi suatu keniscayaan. Selain itu, katanya, unsur birokrasi juga harus mereformasi diri dalam rangka memberikan pelayanan prima kepada masyarakat.
Reformasi birokrasi aparatur, kata Sekda sebagaimana dikutip F Joes merupakan rangkaian pembaruan secara konsepsional, sistematis dan berkelanjutan dengan melakukan berbagai upaya penataan, peninjauan, penertiban, perbaikan, penyempurnaan dan pembaruan sistem kebijakan dan peraturan perundang-undangan bidang aparatur negara, termasuk perbaikan akhlak moral.
Reformasi birokrasi saat ini, menurutnya, dititikberatkan pada dua permasalahan yang mendasar, yaitu penataan kelembagaan pemerintah dan rasionalisasi PNS. Penataan kelembagaan kata Sekda diarahkan untuk mewujudkan organisasi pemerintahan yang efisien dan efektif serta peningkatan kapasitas SDM aparatur. Sementara rasionalisasi PNS bukan semata-mata dimaksudkan untuk pengurangan pegawai, tapi ditekankan agar pengadaan pegawai disesuaikan dengan kualitas, komposisi, distribusi dan kompetensi yang dibutuhkan secara ideal demi kepentingan efesiensi dan efektivitas kerja organisasi pemerintah.
Sementara T Armansyah, panitia pelaksana, sebagaimana dikutip F Joes, mengatakan, Dikpim itu berlangsung selama 360 jam pelajaran (JP) dan berakhir Minggu (19/8) mendatang. Sementara orservasi lapangan (OL) bagi peserta diklat ini direncanakan dilaksanakan di di jajaran Pemerintah Provinsi Jawa Timur.(jal)
Akses m.serambinews.com dimana saja melalui browser ponsel Anda
Klik Duit Untuk Anda